KAB. CIREBON, (FC).- Pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi batu alam kini sudah mencemari sungai di delapan kecamatan di Kabupaten Cirebon.
Delepan kecamatan tersebut di antaranya, Kecamatan Dukupuntang, Palimanan, Depok, Jamblang, Klangenan, Plered, Gunungjati dan Kecamatan Suranenggala.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon, Fitroh Suharyono mengaku sudah bertahun-tahun lamanya, aliran sungai di daerah aliran sungai (DAS) Jamblang tersebut berubah menjadi putih pekat akibat pencemaran dari aktivitas produksi batu alam.
Pastinya, kondisi ini tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berdampak langsung kepada para petani, karena aliran sungai tersebut bermuara ke DAS Jamblang yang merupakan sumber utama irigasi pertanian di wilayah itu.
Bahkan, sedimentasi dari aktivitas produksi batu alam tersebut sudah sampai di muara Bondet, Desa Mertasinga, Kecamatan Gunungjati.
Fitroh menegaskan bahwa masalah ini bukan persoalan baru. Pemerintah Kabupaten Cirebon bahkan telah menyusun rencana penanganan sejak lama.
Salah satunya dengan merelokasi para pelaku usaha batu alam ke lahan khusus milik pemerintah yang telah disiapkan di wilayah Dukupuntang.
Namun, kendala terbesar saat ini adalah persoalan anggaran.
“Relokasi terhadap 80 produsen batu alam di bantaran sungai membutuhkan anggaran sekitar Rp60 miliar. Sementara total pelaku usaha batu alam di kawasan tersebut mencapai 274 produsen,” kata Fitroh.
Kata Fitroh, pencemaran sungai ini tak hanya bersumber dari wilayah Kabupaten Cirebon saja, melainkan juga dari Kabupaten Majalengka yang menjadi wilayah perbatasan dan turut aktif dalam industri batu alam. Hal inilah yang membuat solusi sepihak dari Kabupaten Cirebon dinilai tidak akan efektif.
“Ini bukan masalah yang bisa diselesaikan sendiri oleh Kabupaten Cirebon. Mayoritas pelaku usaha batu alam berada di perbatasan kedua kabupaten, sehingga kami telah meminta keterlibatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar turun tangan langsung,” kata Fitroh.
Sayangnya, hingga kini, permintaan tersebut belum juga direspons secara konkret oleh Pemprov. Bahkan, dalam komunikasi terakhir, DLH Kabupaten Cirebon justru disarankan untuk berkoordinasi langsung dengan pemerintah pusat.
Sebagai langkah alternatif, DLH Kabupaten Cirebon telah mengimbau seluruh produsen batu alam untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara mandiri. Namun, solusi ideal tetaplah pembangunan IPAL komunal di kawasan relokasi, jika langkah tersebut benar-benar direalisasikan.
“Kami ingin mendorong adanya kawasan industri batu alam yang tertib lingkungan, agar pencemaran sungai bisa dihentikan. Selain mencemari air, limbah batu alam juga menyebabkan pendangkalan sungai dan merusak produktivitas pertanian warga,” tambahnya. (Ghofar)
Discussion about this post