Pandemi Covid-19 masih menjadi darurat kesehatan global yang serius pada tahun 2022, dan masih banyak masalah kemanusiaan yang meluas di planet ini. Upaya untuk membantu menyebarkan kesadaran akan masalah serius yang diakibatkan oleh obat-obatan terlarang kepada masyarakat, terus dilakukan di seluruh dunia dan berbagai organisasi berkumpul untuk memperingatinya.
Substance Abuse and Mental Health Services Administration, Amerika serikat (2019) menunjukkan bahwa kelompok usia 20-25 tahun, disusul oleh kelompok usia 30-34, dan kelompok 18-20 tahun merupakan tiga kelompok usia yang mencapai persentase paling tinggi dalam penyalahgunaan narkoba.
Walaupun sebenarnya kelompok usia 16-17 tahun, dan juga kelompok 30-34 tahun juga menempati posisi signifikan. Hal ini sangat mendesak mendapat perhatian. Mengingat kelima kelompok tersebut termasuk dalam rentang usia pemuda, 16-30 tahun.
Pemerintah telah menjalankan Rencana Aksi Nasional Presiden tahun 2020 untuk mencegah dan menghilangkan penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan prekursor narkoba sebagai strategi untuk mencegah perilaku yang terkait dengan penyalahgunaan zat berbahaya di kalangan pemuda. Hasilnya adalah pembentukan Kader Inti Pemuda Anti Narkoba (KIPAN) yang di seluruh propinsi Indonesia.
KIPAN termasuk kelompok dalam organisasi yang aktif bergerak dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba di kalangan pemuda. Beberapa organisasi lainnya terutama Gerakan Pemuda Ansor juga secara terstruktur telah menginstruksikan kepada pengurus wilayah dan cabangnya untuk mendirikan BANAAR (Badan Ansor Anti Narkoba).
COVID-19 dan Narkoba
Krisis ekonomi post COVID-19 memberikan dampak yang lebih besar terhadap pasar obat dari waktu-waktu sebelumnya. Dampak itu terlihat dalam dua akibat. Pertama, meluasnya produksi dan peredaran narkoba. Kedua, lebih banyaknya penggunaan narkoba.
Saat pandemi, terjadi beberapa hal: jumlah pengiriman yang lebih besar; peningkatan penggunaan pesawat pribadi; peningkatan penggunaan rute jalur laut; serta metode nirsentuh untuk mengirimkan narkoba ke konsumen akhir (World Drug Report, 2019).
Selama krisis, ada tanda-tanda bahwa bahaya kesehatan yang disebabkan oleh penggunaan narkoba telah meningkat, dalam berbagai bentuk di berbagai negara. European Web Survey on Drug: COVID-19 (2020) menyibak fakta berbagai alasan terjadinya peningkatan penggunaan obat selama pandemi.
Sekitar 78 persen karena alasan kebosanan; 52 persen karena kecemasan; 17 persen karena perilaku menyetok obat. Sisanya karena alasan memiliki uang lebih untuk membeli narkoba dan ketersediaan narkoba yang lebih besar. Temuan menarik lainnya adalah penggunaan ganja dan obat penenang non-medis yang meningkat secara global selama pandemi ini.
Dapat terlihat dari perubahan persepsi anak-anak muda yang selama dua dekade terakhir lebih merasa bahwa ganja lebih potensial untuk pengobatan dan lebih aman untuk mereka konsumsi.
Narkoba dan Krisis Kemanusiaan
Dari zona perang hingga kamp pengungsi, hingga komunitas yang terkoyak oleh kekerasan di berbagai belahan dunia, berada dalam posisi rentan yang membutuhkan uluran tangan. Intinya, pandemi, krisis iklim, krisis pangan, krisis energi, dan gangguan rantai pasokan telah meningkatkan penderitaan dan membawa ke ambang resesi global.
Kita seharusnya terpanggil untuk melanjutkan pesan dari Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) yang menitikberatkan tantangan obat transnasional yang ada serta dampaknya dalam situasi krisis.
UNODC terus mengadvokasi untuk melindungi hak atas kesehatan bagi yang paling rentan, termasuk anak-anak dan remaja, pengguna narkoba, orang dengan gangguan penggunaan narkoba dan orang-orang yang membutuhkan akses ke obat-obatan yang terkontrol.
Dengan kampanye #CareInCrises, UNODC menyerukan kepada pemerintah, organisasi internasional, masyarakat sipil, semua pemangku kepentingan (termasuk KIPAN dan GP Ansor) segera mengambil tindakan untuk melindungi masyarakat. Termasuk dengan memperkuat tindakan pencegahan dan pengobatan bagi pengguna narkoba, dan dengan membereskan pasokan obat-obatan terlarang.
Kampanye ini menyoroti data yang diambil dari laporan tahunan UNODC. Memberikan fakta dan solusi praktis untuk masalah narkoba dunia saat ini, dalam mencapai visi kesehatan untuk semua berdasarkan bukti-bukti sains.
Hari anti narkoba sedunia adalah momentum untuk berbagi temuan penelitian, data berbasis bukti, solusi, dan untuk terus memanfaatkan semangat solidaritas bersama. Kampanye ini mengajak semua orang untuk melakukan bagian mereka dengan peduli, bahkan di saat krisis.***
Oleh: Ratnaningsih, S.Pd.
(Guru di Indramayu)