KOTA CIREBON, (FC).- Keraton Kasepuhan Cirebon menggelar Tradisi Dlugdag yaitu menabuh bedug yang diberi nama Samogiri. Tradisi ini biasa dilakukan untuk menyambut datangnya Bulan Ramadan.
Patih Sepuh Keraton Kasepuhan, Pangeran Raja (PR) Goemelar Soeryadiningrat mengatakan, Tradisi Dlugdag sudah ada sejak era Gusti Sinuhun Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Di mana “dlugdag” sendiri adalah penanda masuknya bulan ramadan.
“Sejak zaman Sunan Gunung Jati, Tradisi Dludag sudah ada sebagai tanda masuknya Bulan Suci Ramadan. Kita selaku keturunan keraton wajib untuk melestarikan tradisi tersebut,” kata PR Goemelar, Senin (11/3).
Menurut PR Goemelar, Tradisi Dlugdag sudah berumur ratusan tahun. Keraton Kasepuhan Cirebon mempunyai tradisi tersendiri dalam menyambut datangnya Bulan Suci Ramadan.
“Dlugdag sendiri berarti menabuh bedug yang berada di area masjid di lingkungan keraton Kasepuhan Cirebon atau yang dinamakan dengan Langgar Agung. Prosesi dlugdag dilaksanakan setelah Salat Ashar,” jelasnya.
PR Goemelar menjelaskan, terdapat 4 sampai 5 orang yang turut menabuh bedug. 5 orang tersebut merupakan Sultan, Penghulu Keraton Kasepuhan dan beberapa keluarga Keraton lainnya.
Menurutnya, ketukan Dlugdag itu sendiri merupakan lantunan dzikir dan shalawat.
“Pukulan bedug pertama membaca Lailahaillallah Muhammadarrasulullah sebanyak dua kali. Pukulan kedua membaca Allah sebanyak tujuh kali. Pukulan ketiga membaca La Haula Wala Quwwata Illa Billahil Aliyil Adzim,” ujarnya.
Adapun tradisi lainnya di Keraton Kasepuhan Cirebon selama bulan ramadan di antaranya pada malam ke 20 ramadan atau yang biasa disebut malam likuran (ganjil), di dalam Keraton Kasepuhan menyalakan lilin untuk menyambut malam Lailatul Qadar.
Pada proses penabuhan bedug, biasanya dilakukan oleh Sultan Sepuh Kasepuhan beserta keluarga Keraton.
Namun pada ramadan 1445 Hijriah/2024 ini, penabuhan bedug dilakukan oleh Patih Sepuh Keraton Kasepuhan bersama dengan keluarga. (Agus)
Discussion about this post