MAJALENGKA,(FC), – Tak banyak yang tahu bahwa roda besi kereta api pernah menderu-deru di tengah – tengah hamparan sawah dan hutan jati di wilayah Kabupaten Majalengka Jawa Barat.
Dikutip dari berbagai sumber, jalur kereta api sepanjang 48,6 kilometer itu membentang dari Cirebon hingga Kadipaten ini dahulu menjadi urat nadi transportasi dan perekonomian wilayah Ciayumajakuning.
Diresmikan pada tahun 1901 oleh perusahaan Belanda Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), jalur ini memegang peran vital dalam pengangkutan hasil bumi, hewan ternak, hasil hutan, termasuk daun jati yang menjadi pembungkus ikonik nasi jamblang, hingga mengangkut penumpang dari desa ke kota.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, munculnya moda transportasi darat yang lebih fleksibel, dan kondisi prasarana yang kian tergerus waktu, jalur kereta ini akhirnya ditutup secara resmi pada tahun 1978.
Penutupan ini mengakhiri masa kejayaan jalur kereta api yang sempat menjadi kebanggaan masyarakat Majalengka.
Kini, hanya plang aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang masih berdiri sebagai penanda bahwa rel kereta api pernah melintasi daerah ini.
Di tengah peluruhan sejarah itu, seberkas harapan muncul dari Blok Tegalmaja, Desa Bongas Kulon, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka.
Di tempat yang kini tak jauh dari pintu Tol Sumberjaya, komunitas pecinta sejarah dan perkeretaapian Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) menemukan sebuah bangunan bersejarah yang masih berdiri meski terlupakan yakni Rumah Pompa atau Pomphuis peninggalan SCS yang dahulu berfungsi sebagai stasiun pengisian air untuk lokomotif uap.
Bangunan ini sempat tersembunyi di balik warung dan rimbunan pepohonan, hingga tak terlihat secara kasat mata.
Akan tetapi setelah dilakukan penelusuran oleh IRPS Pusat dan IRPS Cirebon, bangunan ini diidentifikasi sebagai bagian dari fasilitas perkeretaapian di Perhentian Bongas, tepatnya sekitar 50 meter sebelum titik kilometer 31+000.
Rumah Pompa ini dibangun sejajar dengan jalur rel, dengan pintu menghadap ke arah timur laut.
Secara teknis, bangunan ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 4 meter x 2,2 meter dan tinggi keseluruhan 5,5 meter.
Dindingnya setebal 60 cm, terbuat dari bata merah yang diplester dan diperkuat dengan konstruksi beton bertulang.
Di bagian langit-langit, terdapat lima batang rel yang disusun teratur, berfungsi sebagai penahan bak air yang berada di atasnya. Pintu masuknya berbentuk persegi dengan bagian atas melengkung, memiliki tinggi 2,6 meter dan lebar 1 meter.
Sisa engsel yang masih menempel menunjukkan bahwa pintu tersebut kemungkinan besar terbuat dari besi, sesuai dengan gaya bangunan utilitarian era kolonial Belanda.
Menariknya, di belakang bangunan rumah pompa ini terdapat sumur berdiameter 2 meter dengan kedalaman yang belum terukur secara pasti.
Dinding sumur terbuat dari bata merah yang diplester, memiliki ketebalan 30 cm, dan tinggi dari permukaan tanah sekitar 0,5 meter. Sumur inilah yang diyakini menjadi sumber air utama yang kemudian dialirkan ke menara air untuk mengisi tangki lokomotif uap.
Atas penemuan ini, IRPS Pusat dan IRPS Cirebon bekerja sama dengan PT KAI Daop 3 Cirebon melakukan survei pralaksana preservasi pada akhir Januari 2023 lalu.
Selanjutnya, kegiatan restorasi dan preservasi fisik mulai dilaksanakan sejak Februari 2023 lalu. Upaya ini bertujuan untuk menyelamatkan jejak sejarah perkeretaapian di Majalengka sekaligus menjadikannya sebagai media edukasi dan destinasi wisata sejarah.
PT KAI Daop 3 Cirebon menyatakan kebanggaannya atas kolaborasi tersebut. Upaya pelestarian ini merupakan bentuk penghormatan terhadap sejarah panjang perkeretaapian Indonesia, khususnya di wilayah Ciayumajakuning yang memiliki jejak kolonial yang kuat.
Ini menjadi kebanggaan bagi KAI Daerah Operasi 3 Cirebon.
Rumah Pompa Bongas akan dipercantik oleh IRPS sebagai bagian dari heritage perkeretaapian.
Padatnya Permukiman Penduduk Tentu saja, sejarah kereta api semakin dihargai, dicintai, dijaga dan dapat memberikan manfaat serta pengetahuan bagi masyarakat luas mengenai jejak roda besi di Kota Angin Majalengka dan sekitarnya.
Ke depan, rumah pompa ini diharapkan bisa menjadi cikal bakal museum mikro perkeretaapian Majalengka, lengkap dengan narasi visual dan artefak pendukung lain yang masih bisa ditelusuri.
Tak hanya menyuguhkan nilai sejarah, bangunan ini juga akan menjadi simbol penting betapa Majalengka pernah menjadi bagian dari geliat modernitas awal abad ke-20, ketika kereta api menjadi wajah dari kemajuan teknologi dan peradaban. (Munadi)
Discussion about this post