KAB. CIREBON, (FC).- Dalam rangka mengukuhkan serta menunjukkan bahwa kesenian burok yang kini telah tersebar ke beberapa daerah merupakan asli kesenian dari Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon.
Para penggiat seni budaya yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Sutajaya Gebang (FKWSG) melakukan show of force pertunjukan tari kolosal 100 burok dalam event Pagelaran Seni Budaya dan Haul Pangeran Sutajaya Gebang yang berlangsung di halaman kantor Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Minggu (16/10).
Hadir ikut menyaksikan acara tersebut putra wakil Presiden RI yang juga seniman dan budayawan Nasional Gus Syauqi Amin Ma’ruf, Bupati Cirebon H Imron, Dandim 0620/Kabupaten Cirebon, Letkol Inf Faurizal Nurdin, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, Fajar Syahputra, Anggota DPRD Provinsi Jabar Hj Yuningsih, Anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Aan Setiawan, Kadis Budpar Kabupaten Cirebon Deny Nurcahya, dan sejumlah tokoh masyatakat lainnya.
Ketua Umum FKWSG, H Tarmadi melalui Wakil Ketua FKWSG, Abdul Manap kepada FC mengungkapkan, pertunjukan tari kolosal 100 burok yang digelarnya tersebut dilakukan untuk menegaskan kepada khalayak luas bahwa kesenian burok merupakan asli kesenian dan budaya yang berasal dari Kecamatan Gebang.
Berdasarkan catatan sejarah, bahwa kesenian burok diciptakan pertama kalinya oleh Bapak Ta’al di Desa Kalimaro Kecamatan Gebang (dulunya sebelum dimekarkan masih masuk Kecamatan Babakan) Kabupaten Cirebon pada kisaran tahun 1920, saat itu burok dibuat dalam bentuk Bedawang semacam kurungan yang dihias dengan bentuk kepala burok dan bisa goyang.
Menurutnya, untuk mengiringi musik genjring palempangan atau terbangan dengan ketika asyrokol saat membaca albarjanji atau membacakan sholawat dengan lagu-lagu yang digelar dalam acara memperingati Isra Mi’raj, seiring waktu kesenian burok digelar bukan saja untuk memperingati Isra Mi’raj namun juga untuk untuk perayaan yang bernafaskan keislaman seperti khotmil quran, khitanan dan membangunkan orang sahur.
“Kami ingin menegaskan bahwa kesenian burok lahir di Gebang, jangan sampai daerah lain mengklaim kesenian burok ini,” tegasnya.
Ditambahkan Manap, seiring waktu dan perkembangan kemajuan zaman, di era tahun 1980an kesenian burok yang akhirnya sering digunakan mengarak hajatan pengantin sunat, musik atau tabuh-tabuhan yang sejarah awalnya berupa genjring terbangan. Kini mulai mengadopsi alat musik modern seperti seruling, gitar, organ dan lainnya.
Kesenian burok Cirebon sempat menjadi kesenian yang go nasional dengan memperkenalkan keseniam burok dangdut, saat itu H Mustofa dari Desa Pakusamben, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon memperkenalkan kesenian burok hingga ke wilayah Jakarta, Lampung, Medan bahkan sampai ke Bali.
“Sejak saat itu kesenian burok dikenal di mana-mana dan daerah lain mulai melirik serta membuat kesenian burok dengan berbagai versi seni musik sesuai daerahnya,” jelasnya.
Lanjut menurut Manap, hingga saat ini kesenian burok masih belum ada yang menghakpatenkan, sehingga bisa saja kesenian burok akan diklaim oleh daerah lain, misal di Banjarharjo Brebes, mereka mengembangkan kesenian burok semenjak tahun 1926 meskipun pertamakalinya pesan membuat kepala burok dari Desa Kalimaro, saat ini kesenian burok sudah menusantara dan mereka mengembangkan dengan gaya musik daerahnya, kekhawatiran tersebut selalu menghantui para seniman burok di Kabupaten Cirebon khususnya di wilayah Kecamatan Gebang, maka dalam setiap momen pagelaran seni budaya dan haul Pangeran Sutajaya Gebang, kesenian burok selalu dimunculkan dengan menggelar tari kolosal burok sebanyak-banyaknya untuk menunjukkan bahwa Gebang memang asli asal kesenian burok dan hanya di Gebang yang bisa mengumpulkan burok sebanyak itu.
Dikatakannya, bisa jadi tari kolosal 100 burok ini adalah tari kolosal burok terbanyak di dunia, karena daerah lain belum tentu bisa mengumpulkan sebanyak itu, selain itu sebagai bukti kesenian burok asli dari Gebang, FKWSG memunculkan kepala burok yang pertama kali dibuat pada tahun 1920 oleh bapak Ta’al beserta alat musiknya.
“Kami berharap ada campur tangan pemerintah Kabupaten Cirebon agar kesenian burok diakui secara sah dengan di hak patenkan menjadi kesenian asli Kabupaten Cirebon, sebelum dicuri daerah lain,” harapnya.
Sementara, Bupati Cirebon, H Imron mengapresiasi dan merasa bangga kepada FKWSG yang secara rutin melestarikan nilai-nilai budaya lokal, jika kegiatan ini bisa digelar secara rutin, bisa saja ke depan akan menjadi sebuah destinasi wisata, di Gebang ada tokoh bernama Pangeran Sutajaya yang harus menjadi suri tauladan bagi anak-anak masa kini maupun masa mendatang, dengan adanya kegiatan ini maka sejarah dan suri tauladan Pangeran Sutajaya akan terus dikenang.
“Harapan kami dai Pemerintah Kabupaten Cirebon mengembangkan memunculkan budaya lokal yang diharapkan ke depannya bisa menjadi sebiah destinasi wisata di Gebang,” ucapnya.
Tokoh seniman dan budayawan Nasional, Gus Syauqi Ma’ruf Amin dalam kesempatan tersebut dirinya mengapresiasi kepada FKWSG yang eksis dalam upaya melestarikan budaya warisan leluhur, kegiatan ini audah secara rutin setiap tahunnya dan menjadi lebih baik serta pada tahun ini dirinya merasa terpanggil untuk hadir dalam Festival Seni Budaya dan Haul Pangeran Sutajaya Gebang tahun ini, apa yang dilakukan FKWSG yang eksis melestarikan nilai-nilai seni budaya dengan mengadopsi kearifan lokal secara rutin, ini menjadi inspirasi untuk daerah lain, dan harus mendapatkan support atau dukungan dari pemerintah, karena menurutnya bahwa budaya itu membentuk tradisi, tradisi itu merawat harmoni, harmoni menjaga lestari.
“Harapannya ke depan menjadi sebuah destinasi wisata yang berbasis budaya, tinggal bagaimana mengintegrasikan dengan kearifan lokal yang ada, baik dari sisi ekonomi maupun lainnya,” paparnya. (Nawawi)
Discussion about this post