KOTA CIREBON, (FC). Praktisi Hukum Kota Cirebon, Furqon Nurzaman tanggapi dingin keputusan DPRD Kota Cirebon yang memberikan Rekomendasi atas status Hibah tanah kepada pihak Yayasan Pendidikan Swadaya Gunung Jati (YPSGJ).
Menurut Furqon, menghibahkan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah (BMN/BMD) memiliki syarat tertentu, praktis yang ada adalah syarat hibah bukan hibah bersyarat. Cacat Logika seandainya Hibah bersyarat, karena hakikatnya hibah memindahkan kepemilikan secara penuh dan utuh.
“BMN yang telah di hibahkan kepada daerah tentu beralih status menjadi BMD, sehingga konsekuensi logisnya mengikuti ketentuan khusus BMD dan tidak lagi ketentuan BMN, mengingat keduanya pada rezim ketentuan yg berbeda,” kata Furqon kepada FC, Selasa (6/4).
Dikatakan Furqon, Keputusan Paripurna tidak lebih dari sekedar “mengekor” dari apa yang termuat di dalam SK dan Naskah Hibah, tentang tidak dapat dipindah tangankannya kepada pihak lain tanah Ex Pertamina tersebut.
“Pansus itu sejatinya menelaah lebih jauh terhadap aturan-aturan terkait, termasuk SK dan Naskah Hibah antara Kemenkeu dan Pemkot Cirebon. Apakah isi SK dan Naskah Hibah demikian sejalan dengan aturan yg ada, kalaulah sekiranya bertentangan, maka beralasan secara hukum. Jika kemudian menjadi bagian yang direkomendasikan kepada pemkot untuk dikonsultasikan kembali kepada Kemenkeu dan setidaknya itu yang dihasilkan dari rapat bersama antara Kemendagri, Kemenkeu dan pemkot yang dihadiri oleh Pansus,” ungkap Furqon.
Masih dikatakan Furqon, keputusan Paripurna DPRD Kota Cirebon sesungguhnya menutup jalan bagi upaya tersebut, yang justru sebenarnya menjadi komitmen bersama antar lembaga-lembaga terkait.
“Anomali terjadi ketika pernyataan muncul diantara anggota Dewan yang menyatakan supaya Pemkot untuk mengurus sendiri kepada Kemenkeu, karena hal ini berlawanan dengan keputusan paripurna, kecuali hal tersebut dituangkan dalam butir keputusan,” tutur Furqon.
Keputusan paripurna sesungguhnya bukanlah rekomendasi, lanjut Furqon, tapi merupakan bentuk sikap tidak setuju atas permohonan hibah seperti yang tercermin pada point 1.
Sedangkan pada point ke 2, hanya “pemanis buatan”, karena tanpa direkomendasipun hal itu sudah menjadi ranah Pemkot yang sudah diatur dalam peraturan.
“Bahkan Sewa bukan keharusan (Wajib), tapi opsi lain dari Penggunaan diantaranya yang bisa ditempuh. Bisa dibayangkan, jawaban Kemankeu apabila Pemkot dengan membawa hasil keputusan paripurna berkonsultasi dengan Kemenkeu untuk melakukan perubahan terhadap SK dan Naskah hibah. Dewan saja membenarkan SK dan Naskah Hibah, lantas alasan apa Kemenkeu melakukan perubahan keduanya? sudah tidak ada lagi justifikasi baik secara hukum maupun politik dan itu sudah terjadi,” ujar Furqon.
Ditambahkan Furqon, YPSGJ merupakan Yayasan yang didalam AD/ART nya sebagai Pendidikan Non komersil, dan tanah yang dimohonkan hibah guna menunjang sarana dan prasarana pendidikan, sehingga telah memenuhi syarat sebagai Yayasan penerima hibah sebagaimana peraturan perundang-undangan.
Terlebih 40 % dialokasikan sebagai beasiswa untuk masyarakat kota cirebon sebagai komitmen menerima hibah.
“Hambatan pada SK dan Naskah Hibah sesungguhnya hal yang bisa diperbaiki, karena terlebih memang tidak sejalan dengan peraturan yang menjadi dasar pembentukannya termasuk naskah (perjanjian) hibah, dengan kesepakatan para pihak, maka dimungkinkan untuk diperbaiki supaya memenuhi syarat sah nya karena memang tidak boleh berisi bertentangan dengan peraturan. Sehingga bukan menjadi bahan ancaman hibah batal demi hukum dan aset dikembalikan kalau sekiranya itu ada dalam benak yg jernih,” tandas Furqon.
Mengakhiri pembicaraannya, Furqon menjelaskan masih ada jalan yang bisa dilewati, tapi hambatan itu lahir bukan pada aturan tapi kesesatan berfikir yg melahirkan subjektifitas. Maka jadilah preseden buruk atas itikad baik yang pada gilirannya menjauhkan dari kemaslahatan masyarakat. (Muslimin)
Discussion about this post