KAB. CIREBON, (FC).- Aksi protes yang dilakukan warga Desa Kubangdeleg, Kecamatan Karangwareng, Kabupaten Cirebon hingga menghadang truk sampah untuk ditumpahkan di depan balai desa setempat pada Jumat (3/1) kemarin, berawal dari miskomunikasi.
Sebelum melakukan aksi tersebut, masyarakat setempat meminta audiensi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan sudah menentukan waktunya yakni pada hari Kamis (2/1).
Kepala DLH Kabupaten Cirebon, Iwan Ridwan Hardiawan mengatakan, undangan audiensi tersebut dilakukan via telepon melalui pihak pemerintah desa (pemdes) setempat kepada kepala UPT DLH.
Menurut Iwan, permintaan audiensi tersebut kemudian disanggupi oleh Sekretaris Dinas LH, Fitroh Suharyono, namun waktunya dijadwalkan pada hari Senin (6/1) ini.
Ia mengatakan, Sekretaris Dinas menyanggupi permintaan audiensi tersebut lantaran aspirasi yang disampaikan dipastikan bisa dijawab oleh Sekretaris Dinas.
Sementara, ia sendiri selaku Kepala DLH tidak pernah mendapatkan undangan audiensi secara resmi dari masyarakat setempat.
“Jadi, Pak Sekretaris Dinas menyanggupi pertemuan dengan warga itu hari Senin ini,” kata Iwan, Senin (6/1).
Namun rupanya, warga mengubah waktu pertemuan menjadi hari Jumat. Hal itu diketahui dari kepala UPT pada Jumat pagi yang melakukan panggilan telepon dan meminta DLH untuk segera hadir dalam pertemuan di hari itu juga.
“Katanya kalau dari dinas tidak hadir, dikhawatirkan ada situasi-situasi yang tidak diinginkan. Sehingga kepala UPT berinisiatif hadir di sana mengingat yang dipertanyakan itu hal yang bisa dijawab oleh kepala UPT, yaitu terkait kompensasi dan pengolahan,” kata Iwan.
Ia sendiri mengaku baru mengetahui tiga truk sampah DLH yang digiring ke balai desa kemudian dipaksa untuk ditumpahkan di depan balai desa tersebut, setelah ia selesai salat Jumat.
Sehingga, ditegaskan Iwan, jika ada narasi yang menyebut seolah-olah DLH mengabaikan permintaan audiensi, sangat tidak tepat.
“Kurang tepat, karena tidak ada undangan kepada saya secara langsung. Kami dengan desa selalu responsif terhadap apa-apa yang menjadi aspirasi masyarakat,” tegasnya.
Menurut Iwan, inti dari aspirasi yang disampaikan warga desa tersebut ada dua point, dan hal itu sudah dua kali disampaikan oleh tokoh pemuda setempat pada bulan lalu. Aspirasi pertama, kata Iwan, adalah terkait dana kompensasi sebesar Rp500 juta.
Mereka meminta dana tersebut dibagikan kepada masyarakat seperti bantuan langsung tunai (BLT). Namun, pihaknya menolak karena Perbup tidak mengatur pembagian dana kompensasi dilakukan seperti pembagian BLT.
Aspirasi kedua, lanjut Iwan, adalah berkaitan dengan pengelolaan sampah. Untuk poin kedua tersebut, pihaknya juga sudah menjelaskan bahwa pembangunan TPA Kubangdeleg ini diproyeksikan sebagai TPA yang berbasis teknologi. Hanya saja, sampai saat ini tahapannya masih terus berproses.
“Jawaban kami tetap sama, saat ini sedang proses, tahapannya sampai pada pra FS dan DED dengan Kementerian PUPR,” tandasnya.
Sementara terkait dengan bau yang dikeluhkan masyarakat, sejak awal pihaknya sudah intens melakukan penyemprotan disinfektan untuk meminimalisir bau yang timbul. Bahkan, pada bulan November 2024 kemarin, warga setempat juga mengakui bahwa intensitas bau yang ditimbulkan sudah berkurang.
“Tapi di sekitar itu juga kan ada peternakan ayam. Jadi baunya dari mana?. Memang tidak saya pungkiri sampah bau, tapi apakah seintens itu, dengan jarak yang 2 kilo lebih,” paparnya.
Kendati demikian, atas koreksi dari warga tersebut, Iwan mengaku akan tetap melakukan perbaikan pengolahan sampah di Kubangdeleg sesuai dengan situasi yang ada.
Seperti diketahui, warga Desa Kubangdeleg melakukan aksi menghadang truk sampah dan memaksa sopir truk untuk menumpahkan sampah di depan balai desa setempat pada Jumat (3/1). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes atas bau menyengat dan pengolahan sampah yang dinilai tidak serius dilakukan oleh DLH. (Ghofar)
Discussion about this post