MAJALENGKA, (FC).- Kabupaten Majalengka khususnya wilayah Majalengka Selatan, sampai saat ini warganya masih setia melestarikan tradisi budaya warisan leluhur mereka.
Seperti terlihat di salah satu desa, yakni Desa Nunuk Baru, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, yang dinilai masih memiliki potensi budaya leluhur yang sangat kental serta masih terus dilestarikan.
MAJALENGKA, (FC).- Ratusan warga Desa Nunuk Baru setiap menyambut datangnya musim tanam atau musim rendengan, mereka menggelar tradisi ‘Nyiramkeun Pusaka Karuhun Nunuk’ yang diikuti ratusan warga setempat dan tamu undangan, Kamis (23/9).
Kepala Desa Nunuk Baru, Nono Sutrisno mengatakan, desa yang dipimpinnya memiliki banyak potensi seni dan budaya leluhur yang harus dijaga, dipelihara dan dilestarikan.
Apalagi, kata dia, peninggalan budaya “Karuhun” yang merupakan warisan leluhur mengandung nilai seni budaya yang adiluhung dan dapat dijadikan daya tarik wisata pedesaan.
Menurut Nono, rangkaian kegiatan Nyiramkeun Pusaka diawali pengambilan air suci sambil membacakan solawat nabi.
Setelah itu penyimpanan air suci, ziarah dan doa bersama (guar bumi), penyiraman pusaka diakhiri dengan ramah tamah.
“Alhamdulilah, dalam rangka ulang tahun Desa Nunuk Baru ke-550 digelar serangkaian acara, di dalamnya digelar gelar budaya, ada juga penyiraman benda pusaka, itu yang paling sakral,” ujar Nono saat ditemui di lokasi.
Selanjutnya, jelas dia, digelar juga kegiatan guar bumi yang ditandai dengan penanaman pertanian yang setiap tahun dilaksanakan.
Dalam rangkaian kegiatan juga pihaknya memperkenalkan kerajinan tenun gadod dari turun temurun.
“Kami juga mengajak para warga untuk mengenalkan potensi pertaniannya yang masing-masing memiliki ciri khas, di kami ada sebanyak 7 dusun,” ucapnya.
Ke depan, Nono berharap, tetap menjaga budaya Nunuk yang mana semakin hari semakin dikenal masyarakat.
Salah satunya, melestarikan kerajinan tenun gadod yang kini dianggap akan mulai punah.
“Tapi tahun ini, di wisata kebun kapas, kami akan tanam ribuan pohon. Sehingga bahannya akan dijadikan kerajinan tenun itu sendiri dan juga ada regenerasi nya sehingga tidak punah,” jelas dia.
Sementara, dalam Guar Bumi semua warga berdoa menurut ajaran Islam di makam leluhur dengan membawa tumpeng dan makanan khas lainnya yang kemudian di makan bersama dan dibagikan kepada warga dan pengunjung.
Ritual adat menyedot banyak pengunjung, baik wisatawan lokal maupun daerah.
Namun, sayang saking antusiasnya masyarakat mengikuti acara tersebut, masyarakat banyak yang abai akan protokol kesehatan (prokes).
Pantauan wartawan, masih banyak masyarakat yang hadir diacara tersebut yang tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak. (Munadi)