KOTA CIREBON, (FC).- Sejak Hari Selasa kemarin, beredar kabar Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) terkait pengesahan pemberhentian Nashrudin Azis sebagai Walikota Cirebon masa jabatan 2018-2023. Namun, SK ini belum dipastikan keberadaannya.
Sejumlah pejabat, seperti Wakil Walikota Cirebon Eti Herawati, Sekda Agus Mulyadi tidak bisa dikonfirmasi. Sedangkan Ketua DPRD Ruri Tri Lesmana dan Wakil Ketua DPRD Fitria Pamungkaswati mengaku, belum melihat atau menerima fisik dari SK tersebut.
Dari salah satu sumber yang sangat bisa dipercaya, SK ini sudah ada. Akan tetapi, SK Pemberhentian Walikota Cirebon tersebut baru akan berlaku ketika telah memasuki tahapan Pemilu, memasuki tahap penetapan Daftar Caleg Tetap (DCT).
“Ya, klausul dalam SK Mendagri tersebut memang agak unik. Jika biasanya, suatu SK berlaku sejak tanggap ditetapkan, tidak demikian dengan SK pemberhentian Kepala daerah yang nyaleg ini,” jelasnya kepada Fajar Cirebon dan merwanti-wanti namanya tidak disebutkan.
Memang, lanjut dia, dalam titimangsanya, SK Mendagri tersebut diterbitkan tertanggal 31 Agustus 2023. Juga diatur tentang penugasan Wakil Walikota untuk menjalankan tugas keseharian Walikota, sampai dengan dilantiknya Walikota Definitif atau Penjabat Walikota.
“Namun, lagi-lagi klausul penugasan Wakil Walikota menjadi pelaksana tugas (Plt) Walikota tersebut, baru akan berlaku ketika tahapan Pemilu memasuki tahap penetapan DCT,” katanya.
Dengan demikian, menurutnya, sesuai dengan SK itu hingga saat ini Nashrudin Azis masih menjabat sebagai Walikota Cirebon periode 2018-2023, berikut segala hak dan kewenangan yang melekat dalam jabatannya tersebut.
Sementara, pakar Hukum Tata Negara dan Otonomi Daerah Prof Dr Sugianto mempertanyakan SK Pemberhentian dari Kemendagri tersebut. Pasalnya, bila benar dalam SK itu tertanggal 31 Agustus 2023, sedangkan klausul dalam SK tersebut pemberhentian yakni bila DCT terbit, maka ada suatu ketidaktelitian atau ketidakcermatan dari Mendagri.
“Oh ya nggak bisa lah, itu keliru. Seharusnya SK Pemberhentian Masa Jabatan Kepala Daerah itu harus sesuai tanggal yang dikeluarkannya SK itu,” ujarnya.
Menurutnya, kalau SK tersebut sudah terbit jauh-jauh hari sebelum DCT, otomatis yang bersangkutan mesti berhenti sebagai walikota. Berhentinya tidak harus menunggu penetapan DCT.
“Itu yang saya anggap ada kekeliruan dalam penafsiran keputusan tersebut. Seharusnya ada prinsip kehati-hatian. Ini sebuah ketidakcermatan,” tegasnya lagi.
Mestinya, sambung dia, Mendagri menunda atau menarik kembali SK tersebut. Baru kemudian, menerbitkannya tertanggal waktu penetapan DCT. Atau, kalau tertanggalnya tetap mengacu pada yang sekarang, mestinya sudah bisa berlaku saat SK itu diterbitkan.
Hal itu terlepas dari pemberhentian yang dilakukan atas permintaan sendiri, serta ada keinginan resmi berhentinya saat penerapan DCT. Mendagri memang punya batasan waktu paling lama (maksimal) untuk menerbitkan SK Pemberhentian.
“Kalau SK itu keluarnya sekarang sudah ditetapkan, mestinya yang bersangkutan sudah tidak punya kewenangan lagi dalam jabatan yang telah diberhentikan tersebut,” tandasnya. (Agus)
Discussion about this post