KOTA CIREBON, (FC).- Pemkot Cirebon melalui Surat Edaran Walikota Cirebon Nomor 443/SE.71-ADM.PEM-UM tanggal 6 Oktober 2020 tentang Penanganan Kondisi Darurat Covid-19 di Kota Cirebon, memberlakukan pembatasan aktivitas masyarakat mulai tanggal 9 Oktober sampai 31 Oktober 2020.
Salah satunya adalah penerapan manajemen dan rekayasa lalulintas pada ruas-ruas jalan dengan kepadatan tinggi, dengan mengalihkan arus lalulintas. Kebijakan ini tentunya menimbulkan ekses terhadap pengguna jalan dan para pencari nafkah seperti sopir angkot dan ojol.
Sekretaris DPC Organda Kota/Kabupaten Cirebon Karsono mengaku, dalam hal rekayasa dengan pengalihan arus lalulintas ini, pihaknya tidak diikutsertakan. Baik dalam rapat maupun koordinasi pelaksanaan di lapangan.
Sehingga pihaknya tidak tahu bagaimana rekayasa lalulintas itu diterapkan, jalan mana saja dan dampak yang ditimbulkannya terhadap angkutan umum. Selain itu, organda tidak bisa melakukan sosialisasi kepada para awak angkutan, karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya dari pemerintah.
“Dampaknya pasti ada kepada awak angkutan. Sudah saat ini kondisinya sepi ditambah lagi pengalihan arus lalulintas yang membuat sebagian angkot dari luar kota tidak bisa masuk. Seperti GP, GG dan GM, untuk dalam kota pun harus mutar-mutar menghindari penutupan jalan,” jelasnya kepada FC, Senin (12/10).
Karsono pun menilai, pengalihan atau penutupan jalan ini kurang efektif, dalam mencegah masuknya pendatang dari luar kota. Pasalnya masih banyak jalan alternatif atau jalan tikus yang bisa dilalui. Sehingga pusat keramaian tetap bisa diakses siapapun.
Discussion about this post