KOTA CIREBON, (FC).- Pemerintah Kota Cirebon melalui Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD), menanggapi mengenai aspirasi dan keluhan masyarakat dan pengusaha melalui Paguyuban Pelangi Bhakti soal kenaikan PBB dan BPHTB.
Sebelumnya, masyarakat dan pengusaha Kota Cirebon yang difasilitasi oleh Paguyuban Pelangi Bhakti melakukan Urun Rembug terkait kenaikan PBB dan BPHTB yang mencapai lebih dari 100 persen.
Menurut Kepala BPKPD Mastara, Urun Rembug merupakan salah satu media yang baik antara masyarakat dengan Pemerintah Daerah.
Karena dalam Urun Rembug terjadi komunikasi sekaligus menjadi sarana sosialisasi serta penyamaan persepsi mengenai kenaikan PBB dan BPHTB.
“Pertemuan ini merupakan hal yang baik, sebetulnya masyarakat ingin taat untuk membayar pajak. Ada beberapa masukan, keluhan yang disampaikan baik masyarakat maupun pengusaha menjadi hal yang penting untuk kami,” katanya, Selasa (26/3).
Ia mengatakan, nilai PBB dan BPHTB sebenarnya sudah familiar, hanya saja Tahun 2024 ini nilainya mendekati harga pasar.
“Sebetulnya sudah familiar nilainya, hanya baru tahun ini diterapkan NJOP itu mendekati harga pasar,” imbuhnya.
Oleh karena itu, secara bertahap pihaknya akan melakukan penyesuaian sesuai dengan nilai yang berlaku.
Disamping itu, pihaknya juga memberikan relaksasi pajak seperti stimulus yang disesuaikan dengan tingkat kenaikan yang ada.
“Kita secara bertahap akan menyesuaikan dengan nilai pasar itu. Pemkot juga terkait penyesuaian NJOP ini sudah ditindaklanjuti dengan relaksasi pembayaran pajak seperti stimulus,” terangnya.
Ia menyatakan, keluhan merupakan hal yang wajar dan aspirasi dalam Urun Rembug tersebut selanjutnya ditampung untuk kemudian dilaporkan ke tingkat pimpinan.
“Yang jelas saya akan melaporkan ini ke pimpinan sebagai dasar kebijakan selanjutnya terkait pengelolaan pajak di Kota Cirebon. Kami menyambut baik Urun Rembug ini sekaligus menjadi media sosialisasi dan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman, karena secara rata-rata kenaikan PBB di Kota Cirebon sekitar 127 persen,” imbuhnya.
Sementara, Wakil Ketua Ikatan Notaris Indonesia Kota Cirebon, Jaka Fithon mengatakan, kenaikan PBB ini otomatis mempengaruhi transaksi dalam aktivitasnya sebagai notaris.
“Kita kembali lagi ke daya ekonomi, banyak masyarakat mengeluh terkait kenaikan PBB ini. Kita sudah coba dari Ikatan Notaris Indonesia, juga Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Cirebon, membuat surat ke DPRD, Pemkot tembusan ke Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD). Isinya minta kenaikan PBB itu ditinjau ulang,” ujarnya.
Sejauh ini, menurutnya, baru ketua DPRD yang membalas surat tersebut, namun belum ada tindak lanjut untuk melakukan pertemuan.
“Pada intinya mereka (DPRD) akan follow up. Tapi sekarang kita belum tanya lagi bagaimana tindak lanjutnya. Kita pengen minta kenaikan PBB itu ditinjau ulang,” tuturnya.
Ia menambahkan, pihaknya sudah melakukan sampling, rata-rata kenaikan PBB di Kota Cirebon mencapai di atas 100 persen, bahkan ada yang mencapai 600 persen.
“Setelah kita bandingkan data antara PBB 2023 dan 2024, kenaikannya ada yang mencapai 600 persen,” tuturnya.
Ia juga mengatakan, justru dengan kenaikan PBB ini, realisasi target PBB yang diterapkan oleh Pemkot Cirebon dikhawatirkan tidak akan tercapai karena masyarakat kemungkinan tidak akan mampu membayar. (Frans)
Discussion about this post