JAKARTA, (FC).- Sehubungan dengan merebaknya wabah penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak yang semakin meluas, dan untuk mendukung kebijakan program Ketahanan Pangan Nasional, menopang perekonomian agar tetap tumbuh, dan menjaga sektor perbankan agar tetap stabil, diperlukan kebijakan countercyclical untuk meredam dampak penurunan kinerja debitur terdampak penyakit mulut dan kuku (PMK) pada industri perbankan.
Terkait hal itu, OJK telah melakukan pembahasan baik di internal OJK maupun dengan asosiasi perbankan untuk mendukung peternak dan sektor terdampak (sektor pembibitan dan budidaya sapi potong; sektor pembibitan dan budidaya ternak perah; sektor kombinasi pertanian atau perkebunan dengan peternakan (mixed farming); serta sektor jasa pertanian, perkebunan dan peternakan).
OJK telah mengeluarkan surat edaran kepada industri perbankan terkait kebijakan relaksasi kredit bagi debitur yang terdampak wabah PMK ini.
Bank dapat menerapkan kebijakan retsrukturisasi terhadap debitur terkena dampak wabah PMK antara lain peternak dan pelaku bisnis pada industri pengolahan terkait dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
“Debitur yang layak mendapatkan relaksasi merupakan debitur yang selama ini berkinerja baik namun menurun kinerjanya karena terdampak wabah PMK,” kata Direktur Humas OJK, Darmansyah dalam siaran pers OJK, Selasa (6/9).
Kebijakan stimulus ini berlaku bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Implementasi relaksasi bagi debitur yang terdampak PMK tersebut secara umum diperlakukan serupa dengan kebijakan stimulus berdasarkan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 sebagaimana telah diubah terakhir dengan POJK Nomor 17/POJK.03/2021, dengan pokok-pokok sebagai berikut:
Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga/margin/bagi hasil/ujrah untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain dengan plafon sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Kualitas kredit/pembiayaan dapat ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya kebijakan. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan atau jenis debitur.
“Jangka waktu restrukturisasi dapat melebihi masa berlakunya kebijakan ini dan tetap dapat ditetapkan lancar tanpa tambahan CKPN sepanjang debitur tetap dapat memenuhi perjanjian restrukturisasi yang disepakati dengan bank hingga berakhirnya masa restrukturisasi yang diperjanjikan tersebut,” jelas Darmansyah.
Bank dapat memberikan kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain yang baru kepada debitur yang telah memperoleh perlakuan khusus sesuai kebijakan ini dengan penetapan kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain tersebut dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain sebelumnya.
Masa berlakunya kebijakan ini mengikuti pemberlakuan Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengenai penetapan status keadaan tertentu darurat penyakit mulut dan kuku, dan dapat dievaluasi kembali selama kurun waktu berlakunya relaksasi ini.
Setelah masa relaksasi, penilaian kualitas aset kembali mengacu ke ketentuan OJK yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset. (Andriyana)
Discussion about this post