KAB. CIREBON, (FC).- Limbah medis kategori infeksius termasuk limbah terkait penanganan pasien Covid-19 yang dihasilkan dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun ditangani dan dikelola secara khusus untuk dikumpulkan dan dimusnahkan oleh pihak ketiga.
Tentunya pihak ketiga yang dipilih rumah sakit milik pemerintah ini telah memiliki izin pengelolaan, penyimpanan, pengumpulan, dan pemusnahan limbah kategori berbahaya tersebut.
“Pengelolaan limbah medis kita dikelola oleh pihak ketiga. Sudah tiga tahun kami kerjasama dengan pihak ketiga yang sudah memiliki rekomendasi,” kata Direktur RSUD Arjawinangun, dr H Bambang Sumardi kepada FC, Kamis (28/1).
Untuk jenis limbah medis, kata Bambang, ada yang berbentuk cair dan padat. Limbah cair seperti dihasilkan dari kegiatan pemeriksaan dan penambalan gigi, serta hasil laboratorium yang mengandung unsur kimia.
Sedangkan limbah medis bentuk padat, diantaranya berupa perban, masker, jaringan manusia, tempat barang kimia dan alat pelindung diri (APD).
“Pengumpulan limbah medis ini, dibedakan dari limbah domestik biasa. Karena, jika pengelolaan limbah medis tidak dilakukan secara benar, maka akan bereaksi dan mengakibatkan kebakaran maupun ledakan dan tentunya juga bisa mencemari lingkungan sekitar,” ujarnya.
Baca juga: Soal Temuan Limbah Medis di TPS Liar, Polresta Cirebon Lakukan Penyelidikan
Ditambahkan Bambang, untuk pengambilan limbah medis, pihak ketiga mengambil secara rutin, yaitu dalam sepekan pihak ketiga tersebut mengambil sebanyak dua kali pengambilan.
“Yang jelas minimalnya tiap minggunya pasti diambil. Apalagi di pandemi Covid-19 ini, limbah medis luar biasa banyak, mulai dari APD hingga yang lainnya,” kata Bambang.
Masih dikatakan Bambang, sebelum adanya kerjasama dengan pihak ketiga, tentunya kata dia, pihaknya melihat atau meninjau lokasi tempat pengelolaan limbah medis tersebut. Kemudian lanjut dia, tentu komitmen dengan pihak ketiga yaitu berbentuk MoU.
“Kalau dibuang disembarang tempat sangat berbahaya. Itu masuk dalam kejahatan lingkungan. Kita yang memiliki mesin pencacah atau pemusnahan limbah medis berupa mesin incenerator juga masih ragu untuk menggunakannya. Karena, kami tidak berani, dengan pertimbangan banyak hal, diantaranya adalah pencemaran lingkungan dari recidu nya,” jelas Bambang.
Baca juga: Temuan Sampah Medis di TPS Liar, DLH: Cukup Mengkhawatirkan!
Saat ditanya terkait dalam sekali pengambilan limbah medis oleh pihak ketiga berapa banyak yang diserahkan. Bambang mengaku sekali mengambil bukan dalam satuan kilogram namun kuintal.
“Pernah dalam satu bulan. Kita buang itu empat ton. Dan teknisnya kita yang bayar ke pihak ketiga. Bukan pihak ketiga yang beli atau bayar ke kita,” tukasnya. (Ghofar)
Discussion about this post