KAB. CIREBON, (FC).- Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon, memanggil seluruh jajaran Direksi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun untuk membahas permasalahan Pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Penerima Bantuan Iuran (BPJS-PBI).
Pemanggilan tersebut dilatarbelakangi oleh viralnya biaya persalinan yang tinggi di RSUD Arjawinangun.
Ketua Komisi IV Aan Setiawan, mengungkapkan bahwa persaingan antara RSUD milik pemerintah daerah dengan rumah sakit swasta sangat ketat, yang mendorong pemerintah daerah melakukan perubahan tarif retribusi jasa pelayanan.
Namun, sosialisasi terkait kenaikan tarif retribusi ini belum maksimal.
“Ditambah lagi, viralnya konten mengenai pasien melahirkan dengan biaya fantastis semakin memicu kegelisahan masyarakat. Kenaikan ini adalah dampak dari perubahan tarif sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah,” jelas Aan.
Biaya persalinan yang harus dibayar pasien sekitar Rp9 juta, dan bisa mencapai Rp17 juta jika ada tindakan khusus.
“Pasien dan masyarakat kaget mendengar biaya sebesar itu,” tambahnya.
Masalah ini juga terkait dengan kuota BPJS PBI yang habis, sehingga pasien yang tidak terdaftar di BPJS Kesehatan harus membayar secara mandiri.
“Kalau punya BPJS, semuanya ditanggung. Karena kuota BPJS PBI habis, keluarga pasien terkejut dengan total tagihan yang mencapai Rp17 juta,” ungkap Aan.
Aan berharap kuota BPJS PBI akan tersedia kembali di awal bulan, agar masyarakat kurang mampu bisa memanfaatkan layanan kesehatan.
“Kami akan menambah anggaran untuk kuota BPJS PBI sebesar Rp 5 miliar. Kami juga akan memeriksa kembali kepesertaan BPJS PBI yang sudah tidak aktif atau yang sudah mampu,” katanya.
Aan menekankan pentingnya komunikasi antara manajemen rumah sakit dengan pemerintah daerah, seperti TPAD, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan.
“Ketika kuota habis, peran pemerintah untuk membantu masyarakat harus ada. Pelayanan kesehatan tetap harus gratis, terutama bagi masyarakat kurang mampu,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD Arjawinangun, dr. Bambang Sumardi mengatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan ketentuan yang ada.
Jika kuota BPJS kosong, pasien harus membayar secara BPJS mandiri atau umum.
Namun, pihaknya tetap berusaha membantu pasien yang benar-benar membutuhkan dengan menghubungi berbagai stakeholder terkait.
“Soal kuota BPJS PBI itu kewenangan Dinas Kesehatan, tapi kami masih bisa berusaha membantu pasien dengan menghubungi Bappeda, Dinsos, dan Dinkes,” ungkap Bambang.
Bambang menambahkan bahwa verifikasi kepesertaan BPJS PBI perlu ditangani secara teliti oleh Dinas Sosial untuk memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar membutuhkan yang terdaftar. (Suhanan)
Discussion about this post