KAB. CIREBON, (FC).– Masyarakat Desa Ciawijapura Kecamatan Susukanlebak Kabupaten Cirebon mendatangi balai desa setempat, guna mempertanyakan transparansi anggaran dan dugaan nepotisme pihak desa dalam pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Minggu (4/5).
Dengan memakai pita merah putih, tanpa spanduk dan orasi, massa ditemui pihak desa dan berdialog secara tertutup.
Dalam audiensi tersebut, warga menyampaikan berbagai pembangunan yang diduga tidak transparan, termasuk posisi direktur BUMDes.
Menurut warga setempat, Moch. Rosid, berbagai dugaan muncul di tengah masyarakat mengenai pemerintahan desa. Salah satunya direktur BUMDes yang diduduki oleh anak kuwu atau kepala desa.
“Memang tidak ada aturan secara eksplisit, anggota keluarga kuwu atau kepala desa menjadi pengurus BUMDes. Namun mekanisme pengangkatan, harus transparan dan sesuai aturan yang berlaku serta melibatkan partisipasi masyarakat desa, guna memastikan tidakada nepotisme,” katanya.
Rosid menjelaskan, musyawarah desa sangat diperlukan dalam melaksanakan roda pemerintahan dan tentunya masyarakat dilibatkan dalam musyawarah tersebut.
“Keluarga kepala desa atau kuwu, boleh saja menjadi pengurus atau ketua BUMDes, selama memenuhi syarat dan melalui mekanisme yang benar. Namun, alangkah baiknya bila diberikan pada warga lain (selain keluarga kuwu), guna mencegah konflik di masyarakat,” jelasnya.
Rosid memaparkan, BUMDes merupakan organisasi terpisah dari Pemerintah Desa.
Dalam pemilihan susunan kepengurusan termasuk direktur BUMDes dipilih masyarakat, melalui musyawarah desa dengan berpedoman pada tata tertib dan mekanisme pengambilan keputusan musyawarah desa yang diatur dalam Permendesa nomor 4 tahun 2015 Pasal 9 dan Pasal 16 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Adapun pelaku musyawarah desa terdiri dari tiga unsur yaitu Pemerintah Desa, BPD dan unsur masyarakat.
“Nah, unsur masyarakat ini diantaranya terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, perwakilan kelompok perajin, perwakilan kelompok perempuan, perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak dan atau perwakilan kelompok masyarakat miskin. Akan tetapi yang kami lihat, sepertinya tidak ada unsur-unsur tersebut dalam proses terbentuknya pengurus BUMDes,” paparnya.
Masih dikatakan Rosid, dalam melaksanakan pembangunan dari anggaran desa, diduga kurang transparan, sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat.
“Dalam audiensi ini, masyarakat menuntut adanya transparansi pengelolaan Dana Desa (DD) dan sejumlah program pembangunan, termasuk pengelolaan dan pembentukan BUMDes yang diduga kurang transparan serta proses pembentukan Pengurus BUMDes yang sarat dengan kepentingan dan intervensi,” imbuhnya.
Menanggapi aspirasi tersebut, Kuwu Desa Ciawijapura, Ade Srisumartini mengungkapkan, dalam melaksanakan program desa tak lepas dari komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk kecamatan. Hal ini dilakukan, agar sesuai aturan yang berlaku, termasuk pembentukan Bumdes.
“Berbagai tahapan telah dilakukan pihak desa mengenai pembentukan BUMDes. Adapun keluarga saya menjadi ketua BUMDes, sudah melalui mekanisme. Bahkan, telah sosialisasi ke masyarakat, namun tidak ada yang berkenan. Mengingat, upah yang minim,” ungkapnya.
Masih dikatakan Ade, audiensi warga ini sangat baik untuk memberikan motivasi bagi desa, agar lebih dalam melaksanakan roda pemerintahan.
“Adapun BPD yang belum ada keterwakilan masing-masing wilayah, akan segera ada,” tuturnya.
Sementara itu, Camat Susukanlebak, Carmin menambahkan, BUMDes yang terbentuk asalkan sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku dan mengenai BPD yang belum ada keterwakilan masing-masing, tinggal mengisi kekosongan.
“Kami berpikiran positif adanya audiensi ini, agar lebih baik bagi desa dalam melaksanakan roda pemerintahan,” imbuhnya. (Nawawi)
Discussion about this post