MAJALENGKA, (FC).- Ratusan warga Blok Muara, Desa Wanasalam, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka menggelar ritual adat desa bongkar bumi atau biasa dikenal juga dengan sebutan guar bumi menjelang musim tanam rendeng tiba. Ritual tersebut di gelar di pinggir pemukiman dan jalan menuju ke pesawahan, blok setempat, Rabu, (13/9).
Upacara adat bongkar bumi peda tahun ini sengaja dilakukan dengan lebih awal, padahal biasanya dilakukan begitu menjelang musim tanam dan mulai memasuki musim penghujan. Hal ini dilakukan sekaligus menyampaikan doa memohon hujan karena musim kering sudah cukup lama.
Doa dan upacara guar bumi dipimpin Ustad Enda Nuwarso yang juga salah seorang tokoh masyarakat Desa Wanasalam. Menurutnya upacara bongkar bumi adalah sebuah budaya yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang. Kegiatan biasa dilaksanakan setiap tahun menjelang musim rendeng sekaligus sebagai cerminan hidup gotong royong, silih asah dan silih asih.
“Makanya yang dilakukan pada upacara bongkar bumi adalah semua warga membawa makanan ke lokasi upacara. Sedangkan makanan yang dibawa cukup beragam hingga makanan has seperti leupeut ketan bercampur kacang-kacangan, tangtangangin (leupeut ketan yang dibungkus daun bambu, hingga urab kacambah, dan bakakak ayam,” kata Enda.
Makanan yang dibawa setiap warga disatukan kemudian dimakan bersama, sisanya dibawa pulang kembali. Tak heran jika makanan yang semula dibawa ketikan pulang akan berubah karena semua makanan diaduk jadi satu. Malah mereka yang tidak datang ke lokasi bongkar bumi pun bisa tetap menyantapnya karena dibagikan pula ke rumah yang tidak hadir.
“Budaya bongkar bumi sebuah tradisi masyarakat pedesaan yang mengungkapkan rasa syukur kepada sang khalik atas limpahan rezeki yang diterima, khususnya kaum petani, dengan cara doa bersama dilanjut dengan makan bareng,” ungkap Enda.
Kepala Desa Wanasalam Apan Sutarpan, mengapresiasi warganya yang masih terus menjunjung tinggi tradisi yang diwariskan nenek moyangnya dulu. Pada upacara ini sekaligus ajang silaturahmi bagi warga yang jarang bertemu.
Di lokasi tersebut juga bisa saling tukar informasi beragam persoalan yang dihadapinya termasuk diskusi bibit padi yang akan ditanam, siapa yang masih punya bibit unggul hingga kesepakatan biaya garap nanti.
Disanapun terjadi tukar informasi soal harga gabah disaat ini hingga dan kepada siapa bisa menjual gabah dengan harga yang lebih baik. Atau bicara kapan musim penghujan akan datang dan bisa memulai garap sawah.
“Disini usai memanjatkan doa dan makan bersama, saling bertukar pikiran dan tukar informasi diantara sesama petani. Jadi manfaatnya dari bongkar bumi tidak sekedar makan bersama,” ungkap Kades Apan.
Menurut keterangan sejumlah warga, di wilayahnya, ada dua kebiasaan tahunan yang masih terus dilaksanakan menjelang musim penghujan, yaitu, adat munjung dimana masyarakat pedesaan melakukan doa bersama di salah satu makam nenek moyang atau makam pendiri desa tersebut, sambil membawa makanan khas serta sama-sama dimakan di pemakaman. Munjungan ini biasanya dilaksanakan pada hari Jumat pagi.
Kedua adalah adat bongkar bumi, upacara ini biasanya dilakukan pada hari Rabu, atau lima hari setelah melaksanakan munjungan. Dari kedua tradisi ini semuanya mempunyai rangkaian yang sama, yakni menyambut datangnya musim rendeng dan musim tanam.
Semua warga, di pagi hari sekitar pukul 7.00 WIB datang berduyun-duyun ke lokasi digelarnya upacara dengan pakaian bersih dan rapi serta baju yang dianggap bagus, sambil membawa makanan berat seperti basi putih, nasi tumpeng bersama lauk-pauknya seperti sambal goreng kentang, kecambah, bihun, pindang telur, telur asing dan sejumlah oseng-oseng hingga makanan ringan seperti kue, wajit, apem, air kopi serta sesajen dan lain sebagainya diluar makanan khas desa setempat.
Makanan ini dibawa menggunakan bakul terutama untuk nasi tumpeng yang dibubuhi bakakak ayam nan besar, serta sayurannya diwadahi rantang, atau untuk nasi biasa diwadahi sangku. Bagi tamu yang datang bisa membawa makanan sesukanya. Sedangkan doa yang dipanjatkan adalah memohon keselamatan, memohon hasil panen yang melimpah dan hasilnya membawa berkah bagi para petani. (Munadi)
Discussion about this post