KOTA CIREBON, (FC).- Koordiv Teknis Penyelenggaraan Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cirebon Mardeko angkat bicara, terkait pengunduran diri Walikota Cirebon Nashrudin Azis.
Kepada awak media di Kantor KPU Kota Cirebon Kamis (3/8), Mardeko mengungkapkan, sesuai dengan peraturan yang ada, pencalonan untuk Bacaleg DPR-RI memang menjadi domain dari KPU-RI, bukan domain KPU Kota Cirebon.
Walaupun demikian, dasar dari regulasinya tetap sama, KPU berpedoman kepada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota.
“Berdasarkan PKPU nomor 10 Tahun 2023 Pasal 11 yang mengatur persyaratan administrasi bakal calon legislatif,” jelasnya.
Khususnya ayat 1 huruf k, mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, ASN, Prajurit TNI, anggota kepolisian, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
Maka, ada penekanan, dalam hal ini kepala daerah yang mendaftarkan diri sebagai Bacaleg, harus mundur dibuktikan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik lagi.
Maka, ada penekanan, bahwa dalam hal ini kepala daerah yang mendaftarkan diri sebagai Bacaleg, harus mundur dibuktikan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik lagi.
“Sehingga bila namanya tidak ada di DCT, atau bahkan DCS, maka Azis tidak bisa menarik pengunduran dirinya sebagai Walikota Cirebon,” terangnya.
Pihaknya secara resmi belum menerima pemberitahuan pengunduran diri Walikota Cirebon secara tertulis. Pasalnya, walikota bisa terpilih adalah produk hukum KPU.
Selanjutnya, pada pasal 14 ayat (1), disebutkan bahwa bakal calon yang memiliki status sebagai kepala daerah, melalui partai politik peserta pemilu, harus menyerahkan keputusan pemberhentian atas pengunduran diri yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang pada saat pengajuan bakal calon.
Diungkapkannya, yang menjadi berkas persyaratan, adalah bukti pemberhentian, bukan usul pemberhentian, seperti yang saat ini baru dilakukan Azis.
“Azis harus memenuhi berkas persyaratan berupa SK pemberhentian yang diterbitkan pejabat berwenang, dalam hal ini Kemendagri,” imbuhnya.
Lanjut dalam ayat (2), dalam hal keputusan pemberhentian belum diterbitkan, bakal calon harus menyerahkan tanda terima dari pejabat yang berwenang atas penyerahan surat pengajuan pengunduran diri.
Ayat (3), bakal calon harus menyampaikan keputusan pemberhentian paling lambat sampai batas akhir masa pencermatan rancangan DCT.
“Maka dari itu, Azis harus memegang bukti pemberhentiannya berupa surat dari Kemendagri yang menyatakan bahwa dirinya berhenti sebagai kepala daerah, dalam batas waktu sampai akhir masa pencermatan rancangan DCT,” ucapnya.
Diinformasikan Mardeko, pencermatan rancangan DCT itu berakhir tanggal 3 Oktober. Jadi SK pemberhentian Azis oleh Kemendagri, harus sudah diserahkan kepada KPU sebelum tanggal 3 Oktober, atau satu bulan sebelum penetapan DCT pada tanggal 4 November.
Jadi, menurut ketentuan PKPU status Azis sebagai Walikota tidak bisa sampai di tanggal 4 November saat penetapan DCT, karena bukti pemberhentian harus diserahkan paling lambat 3 Oktober.
“Tergantung SK pemberhentian dari Kemendagri turun atau tidak, jika belum ya masih lanjut, tapi kata PKPU, ya paling lambat itu satu bulan sebelum DCT, sesuai peraturan dart PKPU,” tutupnya. (Agus)
Discussion about this post