KOTA CIREBON, (FC).- Permasalahan dampak dari aktifitas bongkar muat batubara di area Pelabuhan Cirebon, juga mendapatkan perhatian dari Pemkot Cirebon. Karena hal ini menyangkut kesehatan warga, pengaruh lingkungan dan faktor ekonomi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon Agus Mulyadi mengaku, pihaknya sejak tahun 2015 lalu mengikuti pembahasan masalah ini, baik di pemerintahan maupun di DPRD.
Termasuk adanya rekomendasi penutup aktivitas bongkar muat batubara. Sampai kemudian ada kesepakatan untuk dibuka kembali, dengan sejumlah poin yang harus dipenuhi pihak berwenang di pelabuhan, termasuk pelaksanaan Standar Operasi Prosedur (SOP).
Pada perjalanannya, lanjut pria yang akrab disapa Gusmul ini, pihaknya belum melakukan pengawasan atau monitoring atas pelaksanaan SOP tersebut. Sehingga saat ini mengemuka ketidakpuasan dan reaksi dari warga sekitar terhadap pelaksanaan SOP tersebut. Ada juga yang merasa tidak puas atas “uang debu” yang diberikan pihak yang ada di pelabuhan.
“Mengenai eksisting saat ini kami akan mempelajarinya kembali. Kemudian segera berkoordinasi dengan DPRD apa hasil sidak pada Selasa dan Rabu ini,” jelasnya dihubungi FC, Rabu (16/9)
Termasuk bila DPRD memanggil Pelindo (IPC), KSOP maupun pengusaha bongkar muat batubara, pihaknya akan hadir. Guna mengingatkan kembali SOP yang pernah disanggupi untuk dilaksanakan pihak di pelabuhan.
“Iya sementara ini kami akan mempelajari dulu dokumen-dokumen terkait dengan aktivitas bongkar muat batubara ini. Termasuk mereview seperti apa perjanjian kesanggupan dari mereka. Sehingga bisa mengambil langkah-langkah yang sesuai,” ungkapnya.
Setelah Selasa kemarin Ketua DPRD Affiati bersama sejumlah anggota Komisi I melakukan sidak, Haru Rabu (16/9) giliran Komisi II meninjau langsung aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon. Kunjungan ini atas respon dari warga sekitar yang mengeluhkan polusi udara, akibat debu dari aktivitas bongkar muat batubara.
Baca Juga: DPRD Sidak Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Cirebon
Ketua Komisi II DPRD Watid Syahriar mengatakan, sangat besar kemungkinannya terjadi polusi debu batubara. Dan hasil dari dialog bersama jajaran manajemen Indonesia Port Corporation (IPC) Cirebon sebagai regulator pelabuhan, mereka berjanji memperbaiki sistem agar potensi pencemaran dari aktivitas bongkar muat batubara bisa diminimalisir.
“Mereka berjanji akan memperbaiki SOP, memasang alat pengukur kualitas udara dan CCTV. Menurut saya perbandingan dengan tiga tahun lalu ada perbaikan, namun memang kondisi di lapangan masih memprihatinkan. Terutama debu batubara ini yang beterbangan tersapu angin kencang, sampai ke pemukiman warga,” jelas Watid.
Anggota Komisi II lainnya, Agung Supirno menyesalkan, pihak IPC tidak menjelaskan secara rinci SOP apa saja yang dilakukan. Padahal SOP menjadi syarat menjalankan sistem aturan dengan benar di Pelabuhan Cirebon. Termasuk regulasi menjalankan aktivitas menampung hingga mengirim batubara.
“Dulu ada jaring penangkap debu, sekarang sudah tidak aktif. Kemudian, truk batubara yang keluar masuk sudah jarang disemprot. Dilihat secara fisik, potensi mencemari udara memang ada. Karena mobil pengangkut batubara melebihi kapasitas, masih ada gundukan. SOP yang disampaikan belum sempurna,” kata Agung.
Sementara itu, General Manager IPC Cirebon Abdul Wahab beralasan, bahwa SOP yang ada di Pelabuhan Cirebon saat ini merupakan rekomendasi DPRD Kota Cirebon pada tahun 2015. Dia mengaku, dibanding dengan operasional pelabuhan dulu, penanganan bongkar muat batubara saat ini jauh lebih baik.
Selain akan memasang alat ukur kualitas udara, pihaknya pun akan memperketat aturan bagi pemilik kapal tongkang untuk menyediakan alat penyemprot air, agar debu batubara tidak terbawa angin kencang yang menimbulkan penurunan kualitas udara.
“Kami sudah mengarah kepada SOP yang disepakati sebelumnya. Harapan kami ke depannya harus lebih baik lagi. Pemasangan alat ukur kualitas udara sudah disediakan, diharapkan bisa dipasang tahun ini,” klaimnya. (gus)
Discussion about this post