MAJALENGKA, (FC).- Linda Yuliana (28), warga Majalengka, menjadi korban modus jebakan yang berujung ancaman hukuman 25 tahun penjara dan denda 500.000 USD (setara Rp8,2 miliar) di Ethiopia.
Kini, Linda yang dijebak kasus narkoba di Negara bagian Afrika tersebut, akan menjalani putusan pengadilan pada 12 Maret 2025 mendatang.
Ketua Forum Migran Majalengka, Ida Neni Wahyuni alias Raida mengatakan, kasus yang menjerat Linda bermula dari tawaran pekerjaan sebagai kurir jasa antar serbuk emas dengan bayaran Rp15 juta per perjalanan.
Linda yang kala itu bekerja sebagai PMI di China, akhirnya pulang ke Indonesia untuk mengambil tawaran tersebut.
Setelah tiba di Indonesia, Linda beberapa hari di Majalengka dan menyampaikan hal itu kepada ibunya, yang hingga saat ini masih mengalami struk.
Linda menerima tawaran itu dari seorang perempuan bernama Dinda, yang ternyata juga merekrut korban lain bernama Siska.
Siska seharusnya menunggu barang dari Linda di Laos, namun setelah mengetahui Linda tertangkap,
Siska segera pulang dan selamat. Linda ditangkap karena membawa tas berisi narkoba berbentuk cokelat dan sabun di Bandara Ethopia.
Dinda sendiri berasal dari Ponorogo dan dikenalkan kepada Linda oleh Sonia, teman lama Linda saat mereka sama-sama menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di China.
“Dinda ini keberadaannya tidak diketahui, karena minim bantuan dari pemerintah, kami hanya bergerak semampu kami bersama jejaring komunitas Migran saja,” tegas Raida didampingi kaka kandung Linda saat berbincang di Kantor PWI Majalengka, Kamis,(6/3).
Raida mengungkapkan, kondisi Linda saat ini sakit. Ia kekurangan pakaian, makanan hingga keuangan. Raida mengaku bingung harus berbuat apa.
Sementara komunikasi hanya terjalin lewat PMI yang disana dan saat ini dari pengacara yang mendampingi Linda.
“Linda kedinginan dan sakit disana, itu informasi dari pekerja Migran disana, dan pengacara. Kami harap negara segera hadir. Kalau dari dulu negara hadir, maka kejadiannya mungkin selesai dan Linda bebas. Tapi sekarang Linda sudah tanda tangan tidak bisa menghadirkan saksi bahkan dari Indonesia,” ucapnya.
“Kami prihatin ini bisa menimpa warga negara Indonesia. Padahal, kami sudah melakukan kordinasi ini sejak 2024 lalu,” tutur Raida.
Sejak ditangkap pada Juni 2024 lalu, Linda telah menjalani enam kali persidangan tanpa pendampingan hukum yang memadai.
Sidang terakhirnya kembali ditunda hingga 12 Maret 2025 karena alasan yang sama. Raida menilai negara belum memberikan dukungan yang cukup dalam kasus ini.
Raida bersama Forum Migran Majalengka, Suara Perempuan Nusantara, dan APPMI Jabar berencana mendatangi Kementerian Luar Negeri, Kementerian PMI, dan Staf Kepresidenan pada 10-11 Maret untuk mendesak pemerintah bertindak. (Munadi)
Discussion about this post