Oleh: Achmad Salim
(Ketua Qohuwa Buntet Pesantren)
Banjir menjadikan kondisi lingkungan hidup saat ini cukup memprihatinkan. Lingkungan hidup rusak. Kerusakan lingkungan juga bisa disebabkan karena membuang sampah organik maupun anorganik yang tidak pada tempatnya. Membuang Sampah yang sembarang juga turut serta membuat kerusakan.
Kesalahan dalam mengelola sampah saat ini bersumber dari pandangan materialisme yang melulu memandang alam sebagai wilayah yang boleh ditaklukkan manusia sesuka hatinya. Pandangan menganggap manusia sebagai makhluk superior yang boleh seenaknya membuang sampah.
Nietzhe, filsuf eksistensialisme dari Jerman pada abad ke-19, mengatakan manusia adalah ubermensch yakni manusia super yang boleh saja menaklukkan dunia. Pandangan ini berasal dari filsafat antroposentrisme yang memandang kenikmatan manusia adalah ukuran kebahagiaan.
Berbagai kasus kerusakan alam yang terjadi baik dalam lingkup global maupun nasional, sebenarnya berakar dari perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungannya. Manusia merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan di permukaan bumi ini.
Peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat, mengakibatkan terjadinya eksploitasi intensif (berlebihan) terhadap sumber daya alam, hal ini memacu terjadinya kerusakan lingkungan terutama yang berupa degradasi lahan. Padahal lahan dengan sumberdayanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan hewan dan tumbuhan termasuk manusia.
Keharmonisan
Filsafat Islam memandang lain. Manusia adalah khalifah yang bertugas untuk menciptakan keharmonisan dan kemaslahatan di muka bumi.. Sudah saatnya umat Islam bersikap proaktif dalam melestarikan lingkungan hidup dengan mengedepankan pada pandangan Islam ramah lingkungan agar kebersihan lingkungan selalu terjaga.
Dengan kekayaan khazanah ilmu dan wawasan Islam, umat Islam diharapkan menjadi “sebaik-baiknya umat yang dikeluarkan di muka bumi” (khairu ummah) yang bertugas untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Kemungkaran dalam konteks ini adalah buang sampah secara sembarangan.
Dalam teologi Islam, antroposentrisme lingkungan hidup ditengarai berakar dari keyakinan Islam tentang manusia sebagai makhluk istimewa (super being), konsep manusia kuasa atas alam dan konsep manusia sebagai khalifah fi al ardh.
Doktrin superioritas antroposentrik inilah yang seringkali dijadikan legitimasi bagi manusia untuk melakukan segala tindakan atas alam, termasuk mengeksploitasinya.Tetapi benarkah doktrin keistimewaan manusia, kuasa atas alam, dan khalifah fi al ardh dalam Islam merupakan stempel bagi manusia untuk memperlakukan sampah organik dan anorganik sesuai pada tempatnya. Membuang sampah pada tempatnya..
Teologi Islam ramah lingkungan mengajarkan manusia perlu berhubungan dengan Tuhan sebagai pencipta dan penguasa alam raya. Teologi berperan sebagai rambu-rambu moral dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.
Karena sifatnya yang holistik, Islam ramah lingkungan menjadi landasan teologis bagi aktivis dan masyarakat untuk merawat lingkungan termasuk dalam hal pengelolaan dan penanggulangan sampah organik dan anorganik. Islam ramah lingkungan memberikan inspirasi yang tidak ada habisnya dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dan alam. Sedangkan umat Islam adalah sumber daya manusia yang menggerakkan upaya pelestarian dan kebersihan lingkungan pada sampah.
Salah-satu agama yang dapat memberikan landasan teologis dan hukum bagi pelestarian lingkungan hidup adalah Islam.Islam punya penekanan yang kuat pada masalah hukum.
Menurut H.A.R Gibb, Islam is a complete system of way of life. Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna. Hukum Islam (syariah) mencakup seluruh kehidupan masyarakat muslim dari individu sampai lingkungan hidup. Islam memiliki fleksibilitas dalam menampung berbagai masalah kehidupan.
Rawat lingkungan
Jantung Islam adalah Alquran sebagai kitab petunjuk dan rahmat Tuhan kepada manusia. Di dalam Alquran banyak ayat yang menyebutkan alam semesta atau lingkungan hidup merupakan salah-satu tanda kekuasaan Allah. Alam semesta dibuat lebih rendah dari manusia.
Alam semesta diperuntukkan untuk manusia. Manusia sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi berkewajiban untuk menjaga dan merawat lingkungan dengan bersih. Umat Islam dipersilahkan mengelola alam untuk kemaslahatan bersama.
Akan tetapi Tuhan mengingatkan manusia agar tidak merusak alam demi memuaskan hawa nafsunya sendiri. Dalam istilah Alquran manusia harus melakukan perbaikan bumi (ishlah al-ardh) bukan pengrusakan bumi (fasad fil al-ardh). Istilah ishlah al-ardh mempunyai makna yang luas. Ishlah al-ardh mencakup berbagai upaya pelestarian lingkungan.
Oleh karena itu, Musibah banjir yang kini terjadi umat Islam harus kembali kepada teologi Lingkungan. Tuhan dalam Alquran mengatakan bahwa dirinyalah yang menghidupkan bumi sesudah kematiannya dengan menurunkan air dari langit. Manusia dibebani tanggung jawab (taklif) untuk mengelola alam dengan harmonis. Hukum Islam tentang lingkungan hidup (fiqh al-bi’ah) memberikan batas-batas pengelolaan lingkungan hidup. Fiqh al-bi’ah bersumber pada Alquran, Sunnah, ijtihad para ulama fiqh mengenai lingkungan. Sebagai landasan teologis, Alquran memberikan garis-garis besar pemeliharaan lingkungan hidup. Semoga.***
Discussion about this post