KOTA CIREBON, (FC).- Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pada balita, yang diakibatkan oleh kekurangan gizi secara kronis dan penyakit ataupun infeksi yang berulang.
Akibatnya, anak menjadi sakit sehingga berat badan tidak naik kemudian semakin menurun.
Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada kualitas generasi masa depan. Dan penurunan stunting adalah agenda penting pembangunan nasional
Demikian dikatakan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Cirebon, Suwarso Budi Winarno.
Diungkapkannya, bahaya stunting terhadap perkembangan intelegensi anak-anak di tahun 2045 berarti saat usianya 24 tahun, yang akan menjadi generasi penerus di periode emas Indonesia.
Apabila generasi penerus pada tahun 2045 kebanyakan stunting, dengan IQ yang rendah, maka bisa melemahkan Indonesia ke depannya.
Di Kota Cirebon sendiri, lanjut Suwarso, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah stunting sejak dini dan menurunkan angka atau prevalensi stunting.
“Salahsatunya adalah kita menggelar kegiatan rembuk stunting beberapa waktu lalu. Dengan aksi Sidak Stunting yang artinya Sigap Bertindak Seleksi Dampingi Aksi untuk Penanggulangan Stunting Kota Cirebon,” ungkapnya, Selasa (17/6).
Rembuk stunting sebagai satu langkah penting untuk memastikan adanya komitmen dan integrasi pelaksanaan intervensi penurunan stunting secara bersama antara pemerintah daerah, lembaga non pemerintah dunia usaha, akademisi, media serta masyarakat.
“Kita terus berupaya agar tidak lagi ada balita lahir stunting di Kota Cirebon. Keluarga berisiko stunting harus mendapatkan pendampingan dari berbagai sektor agar memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup mengenai pemeliharaan kesehatan anggota keluarganya,” ujarnya.
Disebutkan Suwarso, angka prevalensi stunting berdasarkan pencatatan rutin di posyandu yang bisa tracking by name by address di Kota Cirebon terus mengalami penurunan.
Angka prevalensi stunting Kota Cirebon Tahun 2021 sebesar 13,04%, Tahun 2022 12,83%, dan Tahun 2023 11,66% dan Tahun 2024 13,99%.
Sementara angka prevalensi stunting Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 sebesar 24,5%, Tahun 2022 20,2%, dan Tahun 2023 21,7% dan Tahun 2024 15,9%.
Sedangkan angka prevalensi stunting di Indonesia Tahun 2021 24,4% Tahun 2022 21,6% Tahun 2023 21,5% dan Tahun 2024 19,8%.
Suwarso menjelaskan, ada 8 aksi konvergensi yang dilakukan Pemerintah Daerah Kota Cirebon.
Di antaranya analisa situasi, penyusunan rencana kegiatan, rembuk stunting, penerbitan peraturan Kepala Daerah terkait stunting, pembinaan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan Tim Pendamping Keluarga (TPK), sistem manajemen data, pengukuran dan publikasi data stunting, dan review kinerja stunting.
“Delapan aksi konvergensi tersebut sebagai upaya untuk mendorong percepatan penurunan stunting menjadi agar lebih terarah dan terintegrasi,” tuturnya.
Pihaknya juga mengimbau para lurah dan camat untuk dapat mendorong seluruh keluarga dengan balita agar datang ke posyandu secara teratur setiap bulan.
“Saya mendorong semua kelurahan dan kecamatan untuk memaksimalkan potensi wilayah yang dimiliki, sehingga akan bermunculan berbagai kreasi dan inovasi dalam upaya menurunkan kasus stunting di wilayahnya,” pungkasnya. (Agus Rahmat)
Discussion about this post