KOTA CIREBON, (FC).- Komisi II DPRD Kota Cirebon melakukan peninjauan terhadap lokasi reklamasi pengembangan dok kapal PT Gamatara Trans Ocean Shipyard, Senin (17/10), di kawasan Pelabuhan Kota Cirebon.
Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon, H Karso menyampaikan, monitoring ini berangkat dari keresahan masyarakat terkait adanya aktivitas pengembangan galangan kapal.
Atas dasar itulah, Komisi II mengecek apakah aktivitas pengembangan galangan kapal itu berizin atau tidak. Hasilnya proses reklamasi tersebut telah memiliki izin dan Amdal.
“Kita mengecek lokasi dan perizinannya. Pada prinsipnya itu adalah tanah negara. Izinnya sudah ada dari Kementerian Perhubungan dan PUPR. Kemudian Amdal dari provinsi,” kata Karso usai monitoring.
Berdasarkan hasil monitoring ini, sambung Karso, aktivitas reklamasi di lahan seluas 10 hektar itu baru berjalan kurang dari setengah hektar. Dia memastikan, areal pengembangan dok kapal tersebut sudah dipetakan dan lokasinya berada jauh dari muara Sungai Sukalila.
“Mereka juga telah melakukan pendekatan persuasif dengan mengumpulkan tokoh masyarakat dan warga sekitar. Dalam implementasinya mereka sudah merekrut 500 orang lebih warga sekitar untuk dipekerjakan di situ,” ujar Karso.
Tujuan reklamasi ini bukan untuk kegiatan rekreasi. Melainkan merupakan pengembangan galangan kapal guna pembuatan maupun perbaikan kapal.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Gamatara Trans Ocean Shipyard, Joni memaparkan, pengembangan dok kapal ini sekitar 10 hektar. Untuk areanya sendiri merupakan tanah milik negara.
Pihaknya telah mengantongi izin resmi untuk pengembangan tersebut. Selain itu, proses pengurugan lokasinya telah sesuai dengan rencana induk pelabuhan.
“Yang jelas begini, kalau belum ada Amdal dan sebagainya tidak akan keluar izin. Semuanya butuh proses. Reklamasi ini adalah pengembangan dok kapal,” ujar Joni.
Ia menyebut, hampir 80 persen pekerja yang terlibat dalam aktivitas pengembangan galangan kapal ini merupakan masyarakat sekitar pesisir Kota Cirebon.
“Kita baru mulai dua minggu lebih. Rencananya selesai dalam waktu dua tahun,” katanya.
Sebelumnya, Anggota DPRD yang juga warga setempat, Fitrah Malik menyampaikan, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cirebon, bahwa reklamasi yang dilakukan di bagian Utara Pelabuhan Cirebon, menyebabkan alur ujung Muara Sukalila mengalami hambatan sedimentasi akibat penambahan material atau pengurugan.
“Reklamasi ini jelas merugikan nelayan kami. Karena muara menjadi dangkal, terutama reklamasi di titik yang berdekatan dengan muara Kali Sukalila,” ungkapnya.
Fitrah pun mempertanyakan terkait perizinan untuk kegiatan reklamasi yang dilakukan secara masif oleh PT GTOS.
Pasalnya, reklamasi dapat saja dilakukan tetapi harus melalui tahapan proses perizinan yang cukup panjang. Salah satunya membicarakan dampak lingkungan yang akan terjadi terhadap warga sekitar.
Terlebih reklamasi tersebut bersebelahan dengan muara Kali Sukalila dan perkampungan warga, yang tentu dampaknya akan dirasakan oleh warga.
“Apakah perizinannya sudah ada, dan bagaimana dengan dampak lingkungannya. Dulu juga pernah menimbulkan masalah,” jelasnya.
Masih dikatakan Fitrah, dampak lingkungan dari proyek reklamasi pantai juga dapat meningkatkan potensi banjir. Karena reklamasi dapat mengubah bentang alam dan aliran air di kawasan reklamasi.
Perubahan alam yang bisa terjadi, antara lain berupa berubahnya tingkat kelandaian pantai, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai hingga merusak kawasan tata air.
“Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila keadaan air pasang,” kata Fitrah.
Maka dari itu, terkait dengan adanya proyek reklamasi di titik yang baru oleh PT GTOS ini, Fitrah meminta kepada seluruh stakeholder terkait untuk turun ke lapangan mengecek perizinan proyek reklamasi yang sudah menuai protes dari warga Pesisir tersebut.
“Harus dilihat perizinanan, apakah sudah mempertimbangkan dampak lingkungan atau belum, karena pasti dampaknya ke warga,” tegas dia
Sebagaimana diketahui, ini bukan kali pertama. Sebelumnya, PT Gamantara Trans Ocean Shipyard ini juga pernah melakukan hal yang sama. Bahkan saat itu bermasalah sampai ke meja hijau. Dan tidak tanggung-tanggung, divonis bersalah dengan vonis harus membayar denda Rp2 miliar melalui Kejaksaan Negeri Kota Cirebon.
“Bulan April lalu baru saja dihukum denda. Ini reklamasinya malah dilanjutkan,” tutupnya. (Agus)
Discussion about this post