Erdi menjelaskan, seluruh hasil penjualan mesin riool dilaporkan ke pimpinannya bahkan ketika pimpinan memerintahkan untuk memberikan dana apresiasi “diselesaikan secara adat” kepada pimpinan Kejaksaan Negeri Kota Cirebon pun dilakukan. Meskipun hal tersebut menjadi bumerang baginya didakwa oleh JPU.
“Uang hasil penjualan mesin riool seluruhnya dilaporkan kepada atasannya termasuk ketika ada permintaan dana apresiasi untuk pimpinan Kejaksaan Kota Cirebon terdakwa LT melaporkan kepada atasannya kemudian atasan terdakwa memerintahkan untuk diselesaikan secara adat,” paparnya.
Sepertinya, lanjut Erdi, JPU telah melakukan rekayasa hukum terhadap terdakwa LT. Hal tersebut terlihat dalam fakta persidangan terdapat 21 orang saksi fakta, tiga orang ahli yang keseluruhannya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan satu orang saksi yang meringankan yang dihadirkan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya, akan tetapi JPU hanya mencantumkan satu orang keterangan ahli.
“Yang 2 orang keterangan ahli lainnya tidak diakui oleh JPU. Oleh karenanya dapat dikatakan rekayasa serta upaya kriminalisasi oleh JPU terhadap terdakwa, dan lebih cenderung merupakan tindakan balas dendam atau sentimen pribadi,”