KOTA CIREBON,(FC). – Dugaan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di beberapa sekolah di Kota Cirebon menarik perhatian praktisi hukum, Furqon Nurzaman.
Furqon menegaskan, pemotongan dana bantuan pendidikan ini berpotensi masuk dalam ranah tindak pidana korupsi (Tipikor) jika terbukti melanggar aturan.
“Dari sisi hukum, kita bicara fakta. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan pemotongan? Kita harus lihat siapa yang melakukan dan bagaimana mekanismenya,” katanya, Kamis (13/2).
Menurutnya, ada tiga pihak yang bisa mengusulkan penerima PIP, yakni Dinas Pendidikan (provinsi, kabupaten, atau kota), pemangku kepentingan, serta hasil aktivasi surat keputusan nominasi.
Namun, penerima dana PIP bersifat pribadi dan langsung diberikan kepada peserta didik.
“Kalau ada kesepakatan antara orang tua murid dengan pihak pengusul, misalnya dari partai politik, maka kedua belah pihak bisa dikategorikan turut serta dalam tindak pidana. Karena dana PIP ini secara tegas diperuntukkan untuk operasional pendidikan peserta didik,” terangnya.
Furqon mencontohkan, sudah ada putusan pengadilan di Serang, Banten, yang memvonis pelaku pemotongan dana PIP sebagai tindak pidana korupsi, terutama jika melibatkan aparatur sipil negara (ASN).
Oleh karena itu, Furqon menegaskan pentingnya memeriksa semua pihak yang terlibat dalam dugaan pemotongan di Cirebon.
“Kalau faktanya terjadi kesepakatan di awal terkait pemotongan dana, orang tua murid juga harus bertanggung jawab. Tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak,” tegasnya.
Furqon juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan program PIP. Ia menilai, pengusul dari pemangku kepentingan sering kali tidak bekerja maksimal, membuka celah terjadinya pemotongan atas dasar ‘ucapan terima kasih’.
“Idealnya tidak ada istilah pemotongan. Karena alokasi dana ini khusus untuk kepentingan pendidikan. Kalau ada yang disepakati untuk kepentingan lain, itu jelas penyalahgunaan,” tambahnya.
Furqon mengingatkan, penerima PIP harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, seperti berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin, anak yatim piatu, berpotensi putus sekolah, korban bencana, atau anak dari orang tua yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.
“Kalau ada peserta didik yang diusulkan tetapi tidak memenuhi kualifikasi, ini juga bentuk penyalahgunaan. Jika diusut tuntas, dampaknya bisa besar,” pungkasnya. (Frans)
Discussion about this post