MAJALENGKA, (FC).- Bupati Majalengka, H.Karna Sobahi menyebut belum ada pemecatan terhadap Kepala Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) Majalengka cabang Sukahaji yang terjerat kasus tindak pidana korupsi atau tipikor. Menurutnya, pemecatan akan dilakukan saat yang bersangkutan telah menerima status penetapan hukum tetap yang dinyatakan pengadilan.
“Saat ini, dia (kepala BPR cabang Sukahaji) masih berstatus pegawai BPR dan terhadap yang bersangkutan baru akan dilakukan pemecatan dari status pegawai setelah perkaranya memiliki kekuatan hukum tetap yang dinyatakan pengadilan tipikor,” ujar Karna kepada media, Rabu (19/10).
Ia pun mengajak, kepada semua pihak agar menghormati penegakan hukum. Termasuk pada kasus BPR cabang Sukahaji.
“Hargai proses hukum yang tengah ditangani kejaksaan, apalagi ini tidak pidana korupsi yang diindikasikan merugikan keuangan perusahaan milik daerah,” ucapnya.
Karna berharap, terhadap semua pihak juga bersikap kooperatif terhadap pemanggilan kejaksaan untuk memperlancar proses penyidikan.
Seperti diberitakan sebelumnya, BPR cabang Sukahaji pada tahun 2018 hingga Tahun 2019 menyalurkan kredit sebesar Rp 4.557.500.000 kepada 182 nasabah. Pada pelaksanaan penyaluran kredit tersebut, terjadi penyalahgunaan penyaluran dengan cara memalsukan agunan sebanyak 130 agunan, tidak dilakukan survei terhadap para nasabah dan kredit topengan hingga menimbulkan kredit macet.
Dari fakta yang terungkap, proses kredit tersebut dilakukan F yang menjabat Kepala BPR Cabang Sukahaji yang memerintahkan tersangka Y selaku orang kepercayaannya, padahal bukan pegawai BPR untuk mencari calon nasabah. Y kemudian menyampaikan kemudahan pinjaman kepada para calon nasabah, bagi yang masih memiliki pinjaman ke bank lain dibuatkan KTP palsu oleh anak buah Y agar lolos dari BI ceking.
Demikian juga terhadap calon nasabah yang tidak memiliki agunan dibuatkan AJB palsu untuk dijadikan agunan. Serta syarat lain keterangan usaha dibuatkan oleh desa masing-masing. Dari membuatkan AJB palsu dan KTP palsu ini, Y mengutip imbalan antara Rp 500.000 hingga Rp 6.000.000.
Sedangkan besaran pencairan kredit sendiri bervariasi mulai belasan juga hingga puluhan juta rupiah.
“Berdasarkan hasil perhitungan BPK Provinsi Jawa Barat nilai kerugian yang ditimbulkan akibat kredit fiktif serta kredit macet tersebut sebesar Rp 3,26 miliar,” ujar Eman saat konferensi pers, Kamis kemarin.
Atas perbuatannya, baik F maupun Y dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai mana telah ditambah dan diubah dengan UU RI No 2-0 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat ( ke 1) KUHP, Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 (1), (2), (3). (Munadi)