INDRAMAYU, (FC).- Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menolak hasil perhitungan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) di tingkat kecamatan, penolakan tersebut berdasarkan instruksi partai yang ditujukan untuk para saksi Pilpres.
Dalam himbauan tersebut para saksi Pilpres dihimbau agar tidak menandatangani Formulir D Hasil Kecamatan pada Rapat Rekapitulasi Kecamatan, kondisi tersebut mengingat adanya kecurangan yang masif, hulu ke hilir, atas ke bawah.
Dalam instruksi tersebut juga menghimbau kepada seluruh saksi GP-MMD tidak usah menandatangani Berita Acara Rekapitulasi dan wajib memberikan catatan.
Ketua DPC PDIP Indramayu sekaligus Ketua TPD Ganjar – Mahfud Kabupaten Indramayu, H Sirojudin membenarkan adanya instruksi tersebut. ” Betul, kami dinperintahkan DPP Partai untuk saksi pleno di PPK, para saksi unutk tidak menandatangani Formulir D, khusus untuk Capres/ cawapres. Di karena banyak temuan di lapangan terjadi kecurangan yang masif,” ungkapnya
Sedangkan, kata Sirojudin untuk BA Pleno untuk DPR RI DPRD Prov. dan DPRD Kabupaten Parasaksi PPK di persilahkan untuk menandatangani nya asalkan sesuai dengan aturan dan tidak ada permasalahan.
Dia mengatakan, Partai PDIP dan TPD Ganjar Mahfud memberikan beberapa 10 catatan terhadap pelaksana pilpres yang berlangsung
” Pertama , kami Keberatan terhadap seluruh proses pemilu akibat rekayasa hukum, keterlibatan aparat, penyalahgunaan bansos, intimidasi, money pol yang menjadikan Pemilu ini paling tidak demokratis,” ungkapnya
Kemudian, lanjut Sirojudin, keberatan terhadap seluruh proses pemilu akibat kotak suara yang dibuka tanpa pengawasan; berkeberatan atas penetapan Prabowo- Gibran melalui rekayasa hukum di MK, tekanan terhadap kepala daerah dan kepala desa.
” Kami juga Keberatan terhadap seluruh proses Pemilu dan hasil Pemilu akibat cawe cawe presiden,” ujarnya
Selanjutnya, kata Sirojudin, keberatan juga terhadap proses pemilu yang penuh intervensi dari aparatur negara. Aparatur negara tidak netral. Kelima, keberatan terhadap penyelenggaraan Pemilu yang tidak profesional, tidak akuntabel serta secara kolektif melakukan pelanggaran.
Keenam, keberatan terhadap penggunaan uang negara dalam kampanye memenangkan salah satu paslon melalui pemberian bansos dan bantuan uang tunai dari pemerintah kepada masyarakat. Ketujuh, keberatan terhadap proses penyelenggaraan pemilu paling brutal dalam sejarah kepemiluan
Kedelapan, keberatan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur negara serta penyelenggara pemilu secara terstruktur, sistematis, dan massif. Kesembilan, keberatan terhadap perlakuan pembiaran terhadap terjadinya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan massif yang dilakukan oleh pengawas pemilu dan aparatur hukum.
Ke sepuluh,keberatan terhadap keberadaan surat suara yang ilegal, tidak berasal dari logistik KPU. Digunakan untuk memenangkan salah satu paslon di banyak TPS.
” Substansi keberatan banyak, bisa dibuat dalam surat pernyataan saksi, ditanda tangani serta menjadi lampiran yg tidak terpisahkan dengan hasil rekapitulasi formulir model D,” pungkasnya. (Agus Sugianto)