KAB. CIREBON, (FC).- H Suryan (86) petani garam asal Blok Manis RT/001 RW/002 Desa Rawaurip Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon, hingga saat ini masih memperjuangkan nasib para petani garam. Perjuangan tersebut ia lakukan sejak usia masih muda. Dan saat ini tengah meminta penanganan pembangunan tanggul penahan rob kepada Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Ditemuai di rumahnya, ia menceritakan sekitar tahun 1968 ia telah memperjuangan para petani garam, dimana kontraktor yang melakukan monopoli menjadi penampung pembelian garam rakyat. Saat itu ada surat edaran Bupati Cirebon R.A. Soetisna pada Bulan September 1968.
“ Saya bersama petani garam lain melakukan protes dan bersurat agar tidak terjadi monopoli, hingga akhirnya perjuangannya berhasil. Dan petani garam bisa bebas menjual garam hasil produksinya kepada siapapun dengan harga sesuai pasaran di waktu itu. Karena saat itu memang saya juga sebagai petani garam,”jelasnya, Kamis (1/12),
Di tahun berikutnya sekitar tahun 1986, dimana Pantai Utara Losari sampai Mundu mengalami abrasi yang begitu parah. Ia pun meminta persetujuan para kuwu yang daerahnya berada di sepanjang Pantai Laut Jawa dari Losari sampai Mundu.
Kemudian, melayangkan surat ke Bupati Cirebon untuk ditindaklanjuti ke pemerintah pusat, bertahun-tahun menanti atas jawaban surat yang dilayangkan tersebut, disekitar tahun 2000 ada dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan program penanganan abrasi dengan melakukan penanaman mangrove.
“Pantai laut Desa Rawaurip tidak sama dengan pantai di daerah lain, karena gelombang arusnya besar sehingga penanaman bakau tidak akan tumbuh karena terseret arus,”jelasnya.
Atas kondisi tersebut, H. Suryan bersama para petani garam kembali melayangkan surat yang ditujukan kepada tiga Kementerian, yaitu Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Karim Makarima, Menteri Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri dan Menteri Kehutanan Bungaran Saragih.
“ Surat tersebut dibubuhi tandatangan dukungan ratusan petani garam, intinya memprotes penanganan abrasi dengan penanaman bakau karena dinilai kurang efektif lantaran abrasi begitu cepat dan ratusan hektar lahan milik masyarakat yang digunakan untuk produksi garam tenggelam,” ujarnya.
Dalam surat itu, para petani garam meminta agar mengatasi abrasi di daerah pantai tersebut harus ditangani dengan membangun breakwater di Sepanjang Pantai Desa Rawaurip dan sekitarnya, dan surat tersebut mendapat jawaban dari Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Liana Bratasida.
“Surat balasan tersebut isinya sepemahaman dengan para petani garam bahwa penanganan abrasi bukan hanya dengan penanaman bakau saja maupun pembangunan tembok penahan gelombang saja, namun akan dilakukan rehabilitasi menggunakan tekhnologi tepat guna dengan model APO (Alat Penahan Ombak yang dimodifikasi sesuai daerah,”terangnya.
Perjuangan panjang H. Suryan bersama para petani garam akhirnya direalisasi pemerintah pusat dikisaran tahun 2014, dimana sepanjang pantai Desa Rawaurip dan sekitarnya dilakukan pembangunan tembok penahan gelombang atau breakwater.
“Disitu petani menyambut dengan kegembiraan lantaran banjir rob sudah mulai tidak ada, dan hasil produksi garam juga mulai lebih baik karena air laut yang digunakan tidak keruh seperti sebelum ada breakwater,” jelasnya.
Saat itu, ia bersama petani garam lainnya mulai bergairah, namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama lantaran breakwater mengalami amblas sehingga sekitar tiga tahun terakhir ini gelombang laut masuk ke lokasi produksi garam petani.
Kembali ia melakukan upaya dengan dibantu M. Insyaf Supriyadi mantan kuwu dan mantan anggota DPRD Kabupaten Cirebon serta Rochmannur yang sekarang menjabat sebagai kuwu, agar ada program perbaikan breakwater.
“Alhamdulillah akhirnya direspon oleh KSP Jendral (Purn) Moeldoko yang mendatangi langsung lokasi tambak garam petani Desa Rawaurip tahun lalu, dan baru ada penanganan pengerukan sedimentasi sungai, “jelasnya.
Selain itu, menurut H. Suryan, beberapa hari lalu Tim KSP kembali mendatangi Desa Rawaurip dan melihat langsung kondisi lahan tambak petani garam serta kondisi pantai, untuk membuat Detail Engineering Design (DED).
Tujuannya agar mengetahui langsung upaya apa yang sebaiknya dilakukan, namun sambil menunggu realisasi program penanganan, Tim KSP yang melibatkan berbagai instansi terkait akan melakukan penanganan darurat dengan membangun tiang pancang dari paralon yang diisi beton disepanjang pantai agar secepatnya para petani garam bisa berproduksi lagi.
“Meskipun usia saya sudah tua, saya masih berkecimpung produksi garam, namun dibantu oleh tenaga kerja, apa yang saya perjuangkan terpenting bisa bermanfaat untuk masyarakat banyak,” tandasnya. (Nawawi)
Discussion about this post