KUNINGAN, (FC).- Harian Umum (HU) Fajar Cirebon telah berusia 12 tahun, dalam perayaannya masing-masing daerah menggelar agenda Diskusi Pembangunan Daerah.
Untuk Kabupaten Kuningan, menghadirkan narasumber dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan Dian Rachmat Yanuar, bersama tokoh akademisi, Dr. Sulaeman.
Tema yang diambil dalam Diskusi Pembangunan Daerah adalah “Rarya Bersama Karya”. Dengan dipandu oleh host Dea Angkasa Putri Supardi yang juga Direktur HU Fajar Cirebon. Diskusi sendiri digelar di Rumah Makan Ma Nioh Jalan Soekarno Kuningan.
Dian menyampaikan selamat milad Fajar Cirebon yang ke 12, di usia yang cukup muda, tapi dia merasakan Fajar Cirebon di Kuningan eksistensi sudah terasa.
“Fajar Cirebon telah ikut membantu secara langsung dan tidak langsung pembangunan di Kuningan,” ujar Dian, Rabu (29/5).
Untuk pembangunan, Dian mengaku bahwa APBD Kuningan yang kurang sehat, dan struktur APBD yang cukup mengkhwatirkan, tapi dengan keterbatasan bisa membangun dengan kreatifitas.
“PR besar Kuningan adalah persoalan kemiskinan, meski ada penurunan, tapi kita masih tinggi juga di Jawa Barat, termasuk dengan pengangguran,” ujar Dian.
Kemudian masalah stunting, justru ada kenaikan, tapi setidaknya pihaknya optimis yakin dengan kolaborasi dan sinergitas, bisa diurai. Sedangkan untuk program yang fenomenal, seperti membuka akses jalan, dengan itu bisa menciptakan kawasan baru dan menumbuhkan perekonomian baru.
Rencana besar adalah melanjutkan rencana besar cita-cita Almarhum Bupati Kuningan, Acep Purnama, yaitu Jalan Lingkar Timur Selatan (JLTS), kemudian Jalan Cipari – Cisantana.
“Membuka akses atau jalan publik, kawasan dapat berkembang, kita tidak kalah dengan kabupaten lainnya,” ujar Dian.
Kaitan kerusakan jalan, Dian menjanjikan dalam jangka 1-2 tahun kedepan bisa tuntas. Kemudian ada Program Gema Sadulur yang berfungsi pendampingan desa rawan miskin.
“Insya Allah target-target itu bisa kita selesaikan,” kata Dian.
Tak lupa Dian menyebutkan dalam sektor pendidikan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan menetapkan muatan lokal Gunung Ciremai. Dan itu juga bagian dari upaya penguatan sebagai destinasi wisata.
Sekda Dian mengakui, struktur APBD Kuningan kurang sehat, karena 80 persen untuk gaji dan lainnya, sedangkan 20 persen untuk pembangunan.
Sementara itu, Akademisi Kuningan, Dr. Sulaeman langsung menembak kinerja pemerintahan saat ini, karena dinilai kurang berkoordinasi dengan akademisi dalam menentukan kebijakan.
“Apa yang disampaikan Pak Sekda tadi, masalah miskin ekstrim, jika kita dilibatkan kita siap bersama membantu menyelesaikan. Kita punya kekuatan mahasiswa, yang masih punya idealisme, dan dosen-dosen yang juga idealisme tinggi, tinggal komunikasi, sehingga tidak ada masalah kedepannya,” jelas Eman sapaan akrab Sulaeman.
Eman meyakini bahwa sosok Sekda saat ini memiliki kecerdasan luar biasa, sehingga bisa menyelesaikan semua permasalahan yang ada di Kabupaten Kuningan.
Kembali ke Sekda Dian, dia menyebutkan Pemda sudah menyusun rencana pembangunan daerah (RPD), dan core nya (inti) Pemda adalah pertanian dan pariwisata.
Dian mengakui bahwa sektor pariwisata belum tergarap maksimal. namun dia menegaskan bahwa pembangunan yang dilakukan harus bermuara di desa.
“Dan kita masih konsen meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena kita sadari hukum tertinggi itu kesejahteraan masyarakat, apapun kebijakan yang kita keluarkan untuk masyarakat,” ujar Dian.
Masalah investasi, Dian mengaku seolah – olah Kuningan tertutup invetasi, tapi harus diketahui, bahwa Kuningan ada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), ada zonasi.
“Dan untuk industri kita sediakan di Wilayah Kuningan Timur sebagai kawasan industri, sepanjang industri itu ramah lingkungan, serta padat karya,” imbuhnya.
Kembali ke Eman, bahwa jika melihat RTRW dirinya gemas, dimana Kuningan sumber mata air, tapi air dari Kuningan tidak bisa dinikmati untuk seluruh Wilayah Kuningan.
“Contoh Waduk Darma, banyak air, tapi daerah sekitarnya malah tadah hujan, sehingga belum bisa bertani sepanjang tahun. Lalu Cibulan juga sumber air berlimpah, malah dijual ke Cirebon dan Indramayu, kenapa tidak ke Wilayah Kalimaggis yang kekeringan itu bisa dialiri air,” jelas Eman.
Untuk itu, Eman meminta Pemda Kuningan harus bisa berfikir petani agar bisa bercocok tanam sepanjang tahun.
Kemudian wisata, bagi Eman, kenapa tidak seluruh pintu masuk khususnya jalan baru bisa dibranding dengan tanaman khusus, sehingga bisa menjadi icon.
“Jadi ada ciri khas bahwa Kuningan itu, Kota Wisata, kenapa tidak di branding seperti itu,” ungkap Eman.
Dian kembali menjawab bahwa permasalahan pariwisata itu membutuhkan waktu, karena saat ini sedang transisi, mengubah agraris ke pariwisata.
“Semua berproses, perlu kesabaran, dan keuangan kita tidak memungkinkan, tapi semua akan bisa kita tuntaskan, jika kita kompak pasti ada solusinya,” kata Dian.
Untuk Closing statmen, Dian menyampaikan bahwa dia terinspirasi dengan leutik-leutik (kecil-kecil) Kuda Kuningan, walaupun kita berasal dari keterbatasan, tapi yakin dengan daerah lain bisa bersaing.
“Hal itu adalah spirit yang di bangun oleh leluhur kita, maka dari itu, kita tidak boleh minder, patah arah, putus asa, kita akan lebih tegak sebagai kabupaten yang leading dengan kabupaten lainnya. Tidak ada nahkoda yang gemilang melewati ribuan gelombang, orang yang suksespun melewati ribuan ritangan, dan kata kuncinya adalah kolaborasi dan sinergi,” ujar Dian.
Disisi lain, Eman berharap kuningan ada figur yang bisa memenej serta mencari sumber keuangan untuk Kuningan, dan ini butuh figur yang cerdas. (Ali)
Discussion about this post