KOTA CIREBON, (FC),- Sama-sama mementingkan 3M, DBD dan Covid 19 membutuhkan perlakuan sederhana dengan memperhatikan perilaku dan lingkungan di masyarakat, terutama menjelang musim penghujan saat ini.
Bukan hal baru bagi masyarakat ketika musim penghujan tiba, maka muncul penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD sendiri memiliki kemiripan gejala dengan covid 19, dan tentunya ini cukup mengkhawatirkan.
Hal ini, tentunya menjadi Pekerjaan Rumah (PR) tambahan bagi Dinas Kesehatan (Dinkes), terlebih di tengah wabah Pandemi Covid 19.
Merupakan sebuah dilema tersendiri bagi masyarakat diantara mewaspadai DBD atau Covid 19. Mudahnya bagi nyamuk untuk bermukim dimanapun di sekitaran masyarakat menjadikan kekhawatiran tersendiri.
Sedangkan, covid 19 menjadi masalah luar biasa yang dihadapi masyarakat di tahun 2020 ini. Sebab, penularannya yang melesat cepat tanpa adanya peringatan dan gejalanya pun tak dapat terlihat bagai angin.
Kepala Dinkes Kota Cirebon Edy Sugiarto menyampaikan, untuk saat ini belum ada pasien DBD. Karena, menurut pemantauan epidiomologis Kota Cirebon kondisi sekarang masih terkendali.
“Alhamdulillah, belum ada tapi tetap kita tidak boleh bertakabur, untuk tingkat kematiannya juga hampir sama dan lucunya gejala DBD dan covid 19 itu hampir sama. Tesnya rapid kan itu, sama-sana trombositopeni dan likopeni, sehingga bisa reaktif dan yang bisa membedakan itu covid 19 atau DBD hanya pada PCR atau Swab test,” ungkap Edy pada FC, Rabu (7/10).
Menurutnya, orang yang terkena DBD bisa saja reaktif terhadap rapid test. Sebab, gejala covid 19 ini memiliki 1000 wajah yang artinya, memiliki gejala umum awal seperti tipus, DBD, flu, dan masih banyak lagi dan, untuk perbandingan tingkat kematiannya sendiri covid 19 lebih tinggi 3% dibanding DBD.
Dr. Edy sendiri menyampaikan, kalau akar permasalahan dari kedua penyakit ini adalah perilaku dan lingkungan masyarakat. Maksud Edy sendiri ialah kebersihan baik dalam perilaku dan lingkungan masyarakat itu sendiri.
Baginya, DBD maupun covid 19 sama-sama mementingkan 3M yaitu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk covod 19 dan menguras bak secara rutin menutup genangan air, dan mengubur sampah untuk DBD.
“Intinya ketika kita berada di poros Tuhan Inshaallah maka kita akan sehat, contohnya menjaga kebersihan dan lainnya. Itu kan, sebagian dari dari perintah-NYA,” ungkap Edy.
Maka, tak heran baginya maupun tenaga kesehatan lainnya jika perkembangan kasus penyakit di muka bumi terus meningkat sebab faktor utama dari perilaku masyarakat dan lingkungannya yang masih belum seimbang.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan Dinkes Kota Cirebon Juliantina Mulus Rahaju mengatakan, penularan sendiri memang covid 19 lebih berbahaya dibandingkan Demam Berdarah (DB). Namun, untuk tingkat kematiannya sendiri cukup tinggi pula.
Menurut pantauan Juliantina sendiri, kekhawatiran masyarakat terhadap DBD pun dieasa lebih rendah dibanding terhadap covid 19. Sebab, covid 19 ini masih abu-abu atau belum jelas arahnya.
“Mungkin karena masih baru dan kita masih menerka-nerka, makanya masyarakat dan kita pun lebih mengkhawatirkan penularan covid 19 dibandingkan DBD,” ucap Juliantina pada FC.
Jika ditarik kesimpulan, sebaik-baiknya menjaga kesehatan dan mengobati penyakit, dasar utama dan pokok permasalahan dari kedua penyakit ini merupakan kebersihan, baik kebersihan lingkungan maupun kebersihan diri.
Kedua hal tersebut, dapat menjadikan taraf kesehatan di Indonesia khususnya, Kota Cirebon merangkak naik dan juga tingkat kematian akibat penyakit turun drastis. (Sarrah/Job/FC).
Discussion about this post