KAB. CIREBON, (FC).- Adanya kabar tentang angka kemiskinan di Kabupaten Cirebon yang mencapai 70 persen lebih, Bupati Cirebon, Imron Rosyadi mengaku kaget.
Imron menyebutkan, sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cirebon tahun lalu angka kemiskinan Kabupaten Cirebon itu hanya berada di angka 12 persen.
Menanggapi hal tersebut, pihaknya akan segera mengkoordinasikan dengan dinas terkait (Dinas Sosial). Sebab, data dari 70 persen lebih (Kemensos RI) saat ini, kata dia, berbeda jauh dengan data tahun lalu.
“Datanya kok beda, antara Kabupaten Cirebon dan Jawa Barat. Nanti kita akan ngobrol dengan Dinas Sosial, karena yang kami tahu itu hanya 12 persenan. Tapi kok ini sampai 70 persen lebih,” ujar Imron, Rabu (6/10).
Jika data tersebut benar, Imron mengaku akan secepatnya memperbaiki persoalan kemiskinan tersebut.
“Pastinya kita akan cari tahu sebab musababnya, kemiskinan naik itu dari mana, tapi untuk saat ini biarkan saja dulu, kita harus tahu dulu datanya. Kalau benar baru kami akui. Baru setengah bulan kok langsung naik drastis. Kalau naik sedikit wajar. Tapi naiknya signifikan sekali,” ujar Imron.
Apalagi, tambah Imron, di masa pandemi saat ini tengah muncul persoalan baru yaitu miskin baru atau biasa disebut misbar. Tak sedikit warga tidak bekerja karena dirumahkan maupun di PHK, serta para pedagang yang dagangannya tidak laku.
“Menghilangkan angka kemiskinan sangat mustahil, tetapi mengurangi angka kemiskinan itu bisa. Dan ini adanya di peran pemerintah, seperti bagaimana hak-hak nya terpenuhi,” kata Imron.
Diberitakan sebelumnya, pada tahun lalu jumlah warga miskin di Kabupaten Cirebon sebanyak 1.048.000.
Sedangkan dalam kurun satu tahun tepatnya per tanggal 18 September 2021 kemarin, jumlah warga miskin Kabupaten Cirebon sesuai dengan pusat data dan informasi (Pusdatin) tembus pada angka 1.653.192 jiwa.
Sedangkan jumlah pendudukan Kabupaten Cirebon saat ini sekitar 2,2 juta jiwa. Artinya, saat ini jumlah penduduk miskin di Kabupaten Cirebon sekitar 73 persen.
“73 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Cirebon saat ini ada diangka kemiskinan, hal itu disebabkan efek pandemi hingga akhirnya kehilangan pekerjaan,” ungkap Kepala Dinas Sosial Kabupaten Cirebon, Iis Krisnandar saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (4/10).
Dijelaskannya, jumlah kenaikan angka kemiskinan itu sesuai data perbaikan dan usulan sampai dengan bulan Agustus berasal dari pemerintah daerah, bank penyalur bantuan dan sumber kesejahteraan sosial.
Dengan meningkatnya jumlah kemiskinan di Kabupaten Cirebon mendapat perhatian khusus dari Ketua Komisi IV DPRD setempat, Siska Karina.
Dirinya menilai pemerintah daerah tidak memiliki arah yang jelas soal kesejahteraan sosial masyarakatnya.
Siska mempertanyakan, dari seluruh program bantuan sosial yang disalurkan oleh pemerintah sampai sejauh ini tidak menjawab atas persoalan kemiskinan.
Terlebih lagi hampir dua tahun ini kondisi pandemi Covid-19 menimbulkan dampak bagi perekonomian masyarakat.
“Selama pandemi ini pemerintah baik pusat, provinsi dan daerah menyalurkan bantuan bagi masyarakat, tapi itu tidak menjawab soal kemiskinan, buktinya jumlah kemiskinan malah meningkat,” ungkap Siska, Selasa (5/10).
Parahnya lagi, sambung Siska, dari data kemiskinan itu hampir seluruh masyarakat Kabupaten Cirebon berada digaris kemiskinan.
Namun yang menjadi pertanyaan baginya, sesuai data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial, jumlah PKH (Program Keluarga Harapan) graduasi meningkat yang menandakan pengentasan kemiskinan berhasil melalui program tersebut.
“Belum lama ini Dinas Sosial sampaikan jumlah PKH graduasi meningkat, berarti menandakan tingkat kemiskinan menurun, tapi seperti data yang keluar jumlah kemiskinan meningkat drastis selama kurun satu tahun. Kalau begitu bisa dong disebut dinas menunjukan adanya peningkatan PKH graduasi itu Asal Bapak Senang (ABS),” ucap Siska.
Oleh karena itu, dirinya menegaskan sudah seharusnya SKPD membuat program terobosan untuk mengentaskan kemiskinan.
Dikatakannya, sejauh ini dinas-dinas yang bersinggungan dengan pengentasan kemiskinan dan peningkatan perekonomian terutama masih menjalankan program-program lama tanpa inovasi yang masih untuk mengentaskan kemiskinan.
“Dinas harusnya jangan teriak-teriak soal keterbatasan anggaran, kalau eksekutifnya punya inovasi dan program yang terarah pasti banggar juga menganggarkan,” tutur Siska. (Ghofar)