INDRAMAYU, (FC).- Kasus Kekerasan Seksual di Kabupaten Indramayu marak terjadi. Kondisi ini dilatar belakangi karena rendahnya pendidikan.
Banyaknya perkawinan anak dan putus sekolah serta kurangnya edukasi terkait kesehatan reproduksi bagi remaja.
“Selama bulan 20 November 2021 sampai dengan 20 Desember 2022 tercatat ada sebanyak 25 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” ungkap Ketua Yayasan Selendang Puan Dharma Ayu, Yuyun Khoerunisa, Rabu (21/12).
Dikatakan Yuyun, 25 kasus TPPO ini 19 kasus Kekerasan Seksual, 3 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), 2 kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). “Dari jumlah tersebut, Memang kekerasan Seksual mendominasi yakni 19 jumlah,” ujarnya.
Kondisi ini, kata Yuyun, ada beberapa faktor yang menjadi masalah penyebab kenapa kasus keras seksual ini masih banyak terjadi.
“Salah satu indikator adalah rendahnya pendidikan, banyaknya perkawinan anak dan putus sekolah . Serta kurangnya edukasi terkait kesehatan reproduksi bagi remaja dan kurangnya pelibatan orang muda dalam pengambilan pengambilan keputusan didalam keluarga dan masyarakat,” ujarnya.
Menurut yuyun, pihaknya sudah melakukan assessment langsung untuk mengetahui dasar penyebab kasus tersebut bisa terjadi.
Mayoritas disebabkan karena pola asuh anak yang dibebankan pada neneknya. Dengan alasan, orang tua berangkat bekerja ke luar negeri menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Penyebab lainnya karena pergaulan beresiko antar anak muda, perkenalan melalui medsos, dan persoalan beban ekonomi,” ujarnya
Pihaknya pun menyayangkan masih terjadinya kasus kekerasan ini, ditambah kata Yuyun kurang terbukanya Aparat Penegak Hukum, apabila ada kasus yang belum didampingi Advokat/Pengacara/konselor baik dalam proses Non Litigasi maupun Litigasi hingga putusan hakim.
Selain itu, banyaknya kasus kekerasan berbasis gender di Kabupaten Indramayu yang masih belum terdata, atau tidak terungkap.
Seakan ada upaya untuk menyembunyikan, dan menutup-nutupi dengan alasan demi menjaga nama baik keluarga, lembaga, pemeritah ataupun takut dengan stigma negatif dari masyarakat.
Atas dasar itu, lanjut Yuyun, pihaknya mendorong Peraturan Daerah kabupaten Indramayu no. tentang Pencegahan, Perlindungan dan Pemulihan Perempuan dan abnaka sebagai korban kekerasan di Kabupaten Indramayu direvisi dengan menyesuaikan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual no. 12 tahun 2022.
Kemudian, mendorong adanya kerja sama dengan Pemerintah daerah, Aparat Penegak Hukum, Lembaga Pengada Layanan, terkait dengan pendampingan dan penananan korban dalam setiap tingkatan dengan di tandatangani MOU semua pihak.
Pihaknya juga Mengajak stakeholder dan lembaga layanan agar mengkritisi gagalnya pengesahan APBD Tahun anggaran 2023, yang berdampak pada upaya pencegahan dan penanganan kasus Kekerasan berbasis Gender di Kabupaten Indramayu.
Membangun Kesadaran untuk menghentikan segala bentuk stigma negatif terhadap korban/penyintas kekerasan berbasis gender.
“Menghentikan segala bentuk kekerasan yang mengatas namakan agama yang mengarah pada intoleransi, ekstrimisme dan terorisme di Kabupaten Indramayu,” ungkapnya. (Agus)
Discussion about this post