MAJALENGKA, (FC).- Mendekati tahapan pendaftaran ke KPU Majalengka, genderang perang di Pilkada Majalengka semakin bergemuruh kencang. Tim sukses dari kedua bakal calon, baik itu Karna Sobahi ataupun Bacabup Eman Suherman, mulai saling unjuk gigi dengan merilis hasil surveinya untuk mempengaruhi persepsi publik.
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis survei yang menunjukkan elektabilitas mantan bupati Majalengka Karna Sobahi, berada di puncak klasemen dengan perolehan 45,1% dalam simulasi 10 calon. Dan H.Eman Suherman, pesaing terdekatnya, menempel ketat di posisi kedua dengan 37,4%.
Namun, tidak mau kalah, Lembaga Survei Indikator pun merilis hasil survei yang mengklaim Bacabup Majalengka Eman Suherman sebagai calon terkuat dengan dukungan mencapai 37,4%, sementara H.Karna Sobahi berada di posisi kedua dengan perolehan 28,7%.
Data ini dihasilkan dari simulasi semi terbuka dengan 35 calon.
Dari hasil kedua survei tadi melahirkan perang klaim dan opini publik, kedua kubu pun saling mengklaim kemenangan berdasarkan survei yang mereka miliki. Data-data ini disebarluaskan melalui berbagai saluran media, baik media mainstream maupun media sosial, dengan tujuan mempengaruhi opini publik dan membentuk persepsi pemilih.
Namun, di tengah gemuruh data yang saling bertentangan, muncul kekhawatiran akan validitas survei-survei tersebut. Banyak pihak mempertanyakan keakuratan dan metodologi yang digunakan, serta potensi manipulasi data demi komoditas politik.
Pengamat politik dari Lingkar Studi Informasi dan Demokrasi (Elsid) Jawa Barat, Dedi Barnadi, yang akrab disapa Kang Debar, memberikan pandangannya terkait fenomena ini. Ia menekankan pentingnya masyarakat untuk lebih bijak dalam menyikapi hasil survei politik yang beredar di publik.
“Survei politik hanya mengukur opini publik pada saat survei dilakukan, dan itu pun bisa cepat berubah. Hasil survei tidak dapat dijadikan ramalan pasti hasil pemilihan, apalagi jika metodologi dan sumber datanya tidak jelas,” ungkap Kang Debar kepada wartawan.
Lebih lanjut, Kang Debar mengingatkan bahwa masyarakat harus cermat memeriksa kapan survei dilakukan, berapa jumlah responden yang dilibatkan, serta seberapa besar margin of error yang diakui.
“Tanpa memahami hal-hal ini, survei bisa menjadi alat penggiring opini publik yang berbahaya,” tegasnya.
Lebih jauh, Kang Debar juga menyoroti pentingnya meningkatkan literasi politik di kalangan masyarakat. Menurutnya, pemilih perlu mengetahui lembaga survei mana yang kredibel berdasarkan rekam jejaknya. Dengan begitu, mereka tidak mudah terpengaruh oleh survei-survei yang bisa saja dipakai untuk keuntungan pihak tertentu.
“Di tengah maraknya hasil survei yang muncul, masyarakat Majalengka diimbau untuk lebih berhati-hati dan bijak dalam menerima informasi. Literasi yang baik akan membantu mereka menghindari disinformasi yang bisa mempengaruhi keputusan politik secara keliru,” ujarnya.
Dalam konteks ini, kesadaran akan pentingnya literasi survei menjadi krusial menjelang Pilkada 2024, agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak valid. Kang Debar menekankan bahwa edukasi publik tentang survei politik akan membantu menjaga integritas proses demokrasi di Majalengka. Sebagai langkah preventif, masyarakat Majalengka diimbau untuk lebih cermat dalam menanggapi informasi survei yang tersebar luas, serta mengandalkan pemahaman yang mendalam tentang dinamika politik lokal. (Munadi)