KOTA CIREBON, (FC).- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon merespons dugaan penyimpangan dalam penyaluran dana Program Indonesia Pintar (PIP) di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 7 Kota Cirebon.
Dugaan tersebut mencuat setelah sejumlah siswa mengaku mengalami pemotongan dana bantuan yang seharusnya mereka terima secara utuh.
Kepala Kejari (Kajari) Kota Cirebon, Muhammad Hamdan menegaskan, pihaknya telah mengantongi informasi terkait kasus ini dan tengah melakukan investigasi.
“Kami belum menerima laporan resmi, tetapi itu tidak berarti kami diam. Tim Intelijen Kejari terus bergerak mengumpulkan data dan bahan keterangan,” kata Hamdan, Kamis (13/2).
Menurut informasi yang beredar, dana PIP yang seharusnya diterima siswa senilai Rp1.800.000 mengalami pemotongan sebesar Rp250.000 oleh pihak tertentu.
Bahkan, ada dugaan dana tersebut mengalir ke salah satu partai politik.
Lebih lanjut, Hamdan menekankan, dana PIP merupakan program dari Presiden Joko Widodo untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu agar bisa tetap bersekolah.
“Informasi ini menjadi perhatian kami dan akan menindaklanjuti dugaan penyimpangan tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Untuk diketahui, beberapa siswa SMAN 7 Kota Cirebon mengaku diminta menyerahkan kartu ATM dan PIN mereka kepada pihak sekolah saat pencairan dana PIP.
Sebelumnya, salah seorang siswi SMAN 7 Kota Cirebon dihadapan Gubernur Jawa Barat Terpilih Dedi Mulyadi mengatakan, adanya pungutan SPP dari sekolah hingga bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dipotong sebesar Rp200 ribu.
Menurutnya, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.
“PIP kita yang diambil. Harusnya kan tiap siswa dapat Rp 1,8 juta. Tapi ternyata kita itu diambil Rp 250 ribu untuk partai. Kita ke bank, di depan pintu ada guru dari TU buat ambil buku tabungan, PIN, sama kartu kita,” terangnya.
“Angkatan kita juga dimintai uang gedung Rp6,4 juta. Sebelumnya kita dimintai Rp8,7 juta, orang tua enggak terima kalau kita harus bayar Rp8 juta. SPP kita tiap bulan Rp200 ribu,” ungkap Hanifah.
Bukan cuma itu, Hanifah juga mengadukan perihal adanya permintaan uang pembelian buku dan juga sumbangan masjid.
“Uang LKS Rp300 ribuan ke atas. Kelas 10 juga kita ada sumbangan masjid, seharusnya kan seikhlasnya tapi dipatoki Rp150 ribu,” pungkas Hanifah. (Agus)
Discussion about this post