MAJALENGKA, (FC).– Kuliner jajanan jaman dulu atau kuliner jadul di Majalengka kembali dihidupkan dalam ajang Festival Jajanan Warga di Pasar Wakare. Lokasinya sendiri dipusatkan di Kampung Wates Desa Jatisura Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka.
Uniknya, transaksi uang rupiah tidak berlaku di Festival Jajanan Warga jaman dulu ini. Pembeli yang ingin menikmati kuliner jadul di Majalengka harus menukar uang rupiahnya itu dengan alat transaski khusus yang diberi nama Mpleng atau mata uang khusus yang dibuat dari tanah, menyerupai koin uang.
Mpleng ini bentuk dan ukurannya tentu saja lebih besar dari uang koin. Tapi lebih kecil daripada ukuran genteng. Juga lebih kecil dari makanan yang disebut sorabi. Selain kuliner jadul di Majalengka yang dijajakan dalam festival ini, suasana, tempat duduknya juga dibuat sejadul mungkin. Secara otomatis, warga yang datang ke festival ini, serasa kembali pada zaman kolonial dulu.
Nama tempatnya sendiri, yakni Wakare. Karena dulu, Kampung Wates terkenal dengan sebutan Wakare. Kuliner yang serba jadul, disertai tempat makanannya yang menggunakan alas tradisional, membuat siapa saja akan terasa berada di suatu negeri yang berbeda.
Penggiat Ekraf Jatiwangi Art Factory, Ismal Muntaha mengatakan pengunjung yang datang ke Festival Jajanan Kuliner diharuskan untuk menukarkan mata uang rupiah terlebih dahulu dengan Mpleng. Transaksi hanya akan diterima dengan menggunakan mata uang khusus, yakni Mpleng.
“Alat transaksi yang digunakan di Pasar Wakare itu adalah Mpleng. Mpleng merupakan ‘Mata Uang’ yang terbuat dari tanah liat yang telah dibakar,” ungkapnya, Selasa (18/10).
Ismal menambahkan, sementara untuk mendapatkan alat transaksi sah di Pasar Wakare ini, pihak panitia telah menyediakan stand khusus penukaran uang rupiah dengan Mpleng yang memang telah tersedia cukup banyak.
“Pengunjung bisa menukarnya dengan uang rupiah, di kasir. Fungsinya masih sama dengan uang rupiah,” ucapnya.
Ismal menjelaskan, Mpleng memiliki sejumlah pecahan, mulai dari 1 Mpleng, 5 Mpleng hingga 10 Mpleng. Jika dirupiahkan 1 Mpleng merupakan Rp1 ribu, 5 Mpleng merupakan Rp5 ribu dan 10 Mpleng merupakan Rp10 ribu.
Mpleng ini merupakan ‘Mata Uang’ khas Pasar Wakare di Kampung Wates Jatisuara. Ketika pembeli atau konsumen telah mengantongi banyak Mpleng, maka pengunjung bisa membeli berbagai jenis kuliner, seperti rengginang, opak, jalakotek, pecel lontong, gorengan, es, kopi, dan lain-lain.
“Kami sedang mengenalkan Mpleng. Mpleng ini merupakan alat transaksi yang sah di Pasar Wakare. Mpleng ini sebenarnya sering dipakai di acara JaF,” katanya.
Ismal menambahkan, penggunaan Mpleng sendiri sebagai bentuk kampanye untuk mengenalkan Majalengka sebagai Kota Terakota. Mpleng yang terbuat dari tanah liat, sama persis dengan proses pembuatan genteng, merupakan ciri untuk mengenalkan identitas daerah.
“Event ini dicanangkan untuk mengenalkan jajanan-jajanan jaman dulu kepada generasi milenial. Kami menyebutnya Pasar Tematik. Kuliner tradisional yang bersifat lokal ini juga dibuat asli oleh warga setempat,” ucapnya.
Ismal menuturkan, penamaan Wakare sendiri mengingat, Kampung Wates Jatisura ini dulunya sering dikenal dengan sebutan Wakare. Sejarah Wakare sudah terkenal pada saat zaman Jepang dulu.
“Dulu tempat ini sering disebut Wakare,” ucapnya.
Sementara itu, Panitia Pasar Wakare, Iing Solihin mengatakan, kedepannya event festival ini akan rutin digelar setiap pekan. Saat ini memang, hanya ada 15 stand, yang semuanya merupakan warga asli Kampung Wates.
“Setiap hari ada, cuma di sini itu, kalau hari pasarnya ya hari Minggu, ramainya hari Minggu. Ke depan, mungkin bisa bertambah lagi standnya,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang pengunjung, Feri mengatakan, sangat menikmati jajanan kuliner di Pasar Wakare Jatisura. Selain unik, transaksi yang digunakan menggunakan mata uang khusus dari tanah liat. Menurutnya, ini sesuatu yang baru dan merupakan pengalaman baru bagi dirinya.
”Alat transaksinya di sini itu pakai uang dari tanah. Jadi kita tukar dulu uang rupiah, dengan Mpleng. Itu terbuat dari tanah, tapi bentuknya lucu dan unik,” ungkapnya saat membeli kuliner jadul di Majalengka. (Munadi)