INDRAMAYU, (FC).- Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Indramayu, S dan BSM selaku Kepala Bidang (Kabid) Kawasan Permukiman DPKPP, ditahan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Rabu (29/9)
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Taman Alun-alun Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2019.
Usai dilakukan pemeriksaan S dan BSM ditahan untuk dua puluh hari ke depan. Mereka ditahanan di Polrestabes Bandung.
Selain S dan BSM, Kejati Jabar juga telah menetapkan dua tersangka lain yakni seorang kontraktor berinisial PPP dan makelar proyek berinsial N.
Proyek tersebut bernilai Rp15 miliar. Praktik curang para tersangka terungkap dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan para saksi.
Kerugian negara akibat ulah para tersangka sekitar Rp 2 miliar.
“Mereka kami tahan untuk dua puluh hari ke depan, sampai tanggal 18 Oktober 2021. Kami akan terus dalami kasusnya, sebelum perkaranya kami limpahkan ke pengadilan,” ungkap Kepala Penerangan Hukum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil, kepada awak media.
Dugaan tindak pidana korupsi tersebut bermula dari Kabupaten Indramayu pada TA 2019 mendapat bantuan dari Provinsi Jawa Barat untuk Kegiatan Pelaksanaan RTH Kawasan Taman di Indramayu sesuai dengan DPPA SKPD pada Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu sebesar Rp15 miliar terdiri dari 3 pagu anggaan meliputi, konsultan perencanaan, konsultan pengawas dan pelaksana.
Di dalam anggaran tersebut, untuk jasa konsultan perencana dan konsultan pengawas telah terjadi pinjam bendera di mana tersangka N meminjam bendera, dan hal tersebut diketahui oleh tersangka BSM selaku PPK.
Anggaran untuk jasa konsultan perencana dan pengawas telah dibagi oleh tersangka N kepada tersangka BSM, dan tersangka S selaku Pengguna Angaran (PA).
Kemudian, dalam pelaksanaan fisik pekerjaan setelah habis kontrak, tersangka S (kepala dinas,-red) selaku PA telah memanipulasi data seolah-olah pekerjaan fisik sudah 100 persen agar dijadikan pengakuan hutang kepada pihak kontraktor.
Selanjutnya, pembayaran termin 100 persen ada dokumen yang direkayasa tandatangan dan dokumen tersebut dibuat seolah-olah mundur, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2 miliar dari nilai kontrak Rp 14 miliar.
Mereka disangkakan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Agus)