KAB. CIREBON, (FC).- Dari ribuan media luar ruang atau reklame yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Cirebon, ternyata hanya 69 titik reklame yang berizin.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Cirebon, Dede Sudiono.
Menurutnya, sejak tahun 2020 hingga 2022, jumlah reklame yang tercatat dan berizin ada 69 titik. Dari jumlah tersebut, yang baru membuat reklame itu ada 27 titik. Sementara sisanya, yang melakukan daftar ulang.
“Kalau tahun 2019 ke bawah jumlahnya memang banyak, karena pengurusan izin masih konvensional. Sedangkan, di tahun 2020 sampai 2022 itu yang sistem pengurusan perizinan sudah secara online melalui OSS,” ucapnya, Kamis (22/12).
Dede menambahkan, bahwa DPMPTSP tidak mengetahui mana reklame ilegal. Sebab, yang tercatat di DPMPTSP adalah legal. Artinya, kaitan penindakan bayar pajak atau tidak itu bukan kewenangan DPMPTSP.
“Yang bergerak untuk mengeksekusi itu dinas teknis (Bappenda – Satpol PP). Karena fungsi kita hanya administrasi,” pungkasnya.
Sementara, berdasarkan data di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon jumlah reklame di Kabupaten Cirebon ada 4000 lebih titik yang tersebar di 40 kecamatan. Dari jumlah tersebut 3000 di antaranya permanen.
Sisanya, insidental. Semua pajak reklame baik yang legal maupun ilegal pun ditarik retribusi pajaknya oleh pemerintah daerah.
“Semua reklame yang ada izin dan tidak berizin, pajaknya kita tarik. Selagi itu ada tulisan yang bersifat komersil,” kata Kabid Pengelolaan Pajak Daerah (P2D) pada Bapenda, Fahmi Sudjati.
Menurutnya, dari 4000 lebih reklame itu pajak yang masuk ke kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai Rp5,8 miliar lebih. Jumlah PAD tersebut sudah melampaui target yang direncanakan Bapenda, yakni Rp5,2 miliar.
“Tahun depan, target PAD dari sektor pajak reklame naik menjadi Rp6 miliar lebih,” katanya.
Fahmi menjelaskan, alasan reklame ilegal maupun yang legal pajaknya bisa ditarik itu mengacu Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 48 Tahun 2019 tentang Sistem Prosedur dan Pajak Daerah. Lain halnya dengan sektor pajak MBLB (mineral bukan logam dan batuan). Yang Penarikan pajaknya harus perusahaan yang berizin.
“Harus dibedakan. Kalau MBLB itukan aktivitas pertambangan yang merusak alam. Maka, perusahaannya harus yang berizin,” paparnya. (Ghofar)
Discussion about this post