KAB. CIREBON, (FC).- Ribuan buruh dari berbagai organisasi serikat pekerja melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Cirebon, Jalan Sunan Kalijaga, Kelurahan Sumber, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Kamis (21/11).
Mereka menyuarakan secara bersama agar pemerintah menghapus PP 36/2021 dan PP 51/2023 serta menaikan upah untuk tahun 2025.
Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Cirebon, Acep Sobarudin mengatakan, aksi yang digelar sejumlah serikat pekerja ini untuk menyuarakan aspirasi para buruh, di antaranya perihal kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) di tahun 2025 mendatang.
“UMK tahun 2025 ini tidak lagi mengunakan PP 51. Seharusnya mengunakan unsur kebutuhan hidup layak (KHL) sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” katanya.
Bahkan, kata Acep, sesuai kajian yang dilakukan oleh serikat pekerja, idealnya kenaikan UMK tahun 2025 di Kabupaten Cirebon sekitar 20 persen. “Minimalnya kenaikan diangka 15 persen hingga 20 persen, kalau dirupiahkan diangka Rp500 ribu,” katanya.
Menurut Acep, kalau pemerintah masih mengunakan PP 36 dan PP 51, ini akan membuat sengsara para pekerja atau buruh di Kabupaten Cirebon. Sebab, harga kebutuhan pokok di Kabupaten Cirebon semuanya mengalami kenaikan, sehingga dibutuhkan penyesuaian upah.
“Harga bahan pokok sudah mengalami kenaikan. Bahkan kenaikan UMK di Kabupaten Cirebon di bawah inflasi, sehingga upah untuk kaum buruh belum layak,” katanya.
Sementara, Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya sudah melakukan pertemuan dengan perwakilan serikat pekerja. Bahkan pihaknya akan menyerap aspirasi serikat pekerja di daerah itu, terkait mekanisme penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang nantinya diberlakukan pada 2025.
“Aspirasi tersebut disampaikan dalam pertemuan antara kami dan perwakilan serikat pekerja hari ini,” kata Wahyu.
Wahyu mengatakan, dalam pertemuan itu, serikat pekerja menginginkan agar mekanisme penetapan UMK merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru. Ini bisa dijadikan sebagai landasan hukum.
Dengan putusan MK tersebut berkaitan dengan uji materiil Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. “Pada intinya rekan-rekan serikat pekerja berharap agar regulasi pengupahan yang digunakan sesuai dengan keputusan MK,” katanya.
Wahyu menjelaskan, hingga saat ini, proses penetapan upah minimum masih dalam tahap pembahasan oleh pemerintah pusat.
Ia menyebutkan, berdasarkan surat dari Kementerian Ketenagakerjaan yang diterima pada 20 November 2024, proses tersebut belum dapat diselesaikan karena masih dikaji lebih lanjut.
“Sesuai dengan regulasi, penetapan upah minimum provinsi (UMP) seharusnya dimulai pada 21 November, dan rekomendasi kabupaten/kota pada 29 November. Namun, kita masih menunggu arahan lebih lanjut dari pemerintah pusat,” katanya.
Selain itu, kata Wahyu, serikat pekerja juga, belum menentukan angka spesifik kenaikan upah minimum. Tetapi masih fokus pada kepastian regulasi yang sesuai dengan keputusan MK tersebut.
“Yang terpenting bagi mereka adalah regulasinya jelas dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Wahyu mengatakan, melalui dialog dengan serikat pekerja ini, kebijakan pengupahan yang diambil nantinya dapat mencerminkan keadilan serta mengakomodasi kepentingan semua pihak.
“Kami memastikan Pemkab Cirebon bakal mengawal aspirasi dari serikat pekerja ini, agar penetapan UMK khususnya, bisa sesuai dengan kondisi sekarang,” katanya.
Seperti diketahui, berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 561.7/Kep.804-Kesra/2023 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2024, besaran UMK di Kabupaten Cirebon di angka Rp2.517.730. (Ghofar)
Discussion about this post