KAB. CIREBON, (FC).- Profesionalitas penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) menjadi jantung dari kesuksesan penyelenggaraan Pemilu, jika aspek profesionalisme ini tidak dijaga dan dikuatkan. Akan berpeluang besar memberikan pengaruh terhadap lahirnya kerawanan di Pemilu.
Hal ini terekam dari hasil Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan Pemilihan Serentak 2024 yang dipublikasikan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada 16 Desember 2024 lalu.
Kerawanan Pemilu adalah segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses Pemilu yang demokratis. IKP bertujuan untuk memetakan potensi kerawanan, melakukan proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran Pemilu dan pemilihan. Dan menjadi basis untuk program pencegahan dan pengawasan tahapan Pemilu dan pemilihan.
Ada empat dimensi IKP, di antaranya konteks sosial dan politik, penyelenggaraan Pemilu, kontestasi dan partisipasi. Dimensi penyelenggaraan Pemilu ini lebih tinggi konstribusinya terhadap potensi lahirnya kerawanan Pemilu, dibandingkan tiga dimensi lainnya, yakni dimensi konteks sosial politik, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik.
Kontribusi dimensi penyelenggaraan pemilu yang lebih besar peluangnya melahirkan kerawanan di pemilu ini tidak saja terlihat di IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 di tingkat provinsi, namun juga terekam di tingkat kabupaten/kota.
Di tingkat Provinsi, Jawa Barat menjadi peringkat keempat provinsi dengan tingkat IKP rawan tinggi di Indonesia, setelah DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. Di tingkat provinsi, dimensi penyelenggaraan Pemilu tercatat menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi kerawanan pemilu.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Cirebon termasuk ke dalam Kabupaten yang peringkat IKP-nya tinggi. Hal ini dapat dilihat bahwa Kabupaten Cirebon menjadi peringkat ke-24 dari 514 kabupaten/kota se Indonesia, dan peringkat keempat se-Jawa Barat setelah Kabupaten Bandung, Kabupaten Majalengka, dan Kecamatan Tasikmalaya dengan kerawanan Pemilu tertinggi di Jawa Barat.
“Kabupaten Cirebon termasuk kategori rawan tinggi dengan skor 64,79. Ada empat belas indikator yang dapat dipenuhi oleh Kabupaten Cirebon dalam IKP. Indikator tertinggi adalah adanya laporan tentang politik uang yang dilakukan oleh peserta/tim sukses/tim kampanye Pemilu, adanya pemilih memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap, dan adanya rekomendasi Bawaslu terkait dengan perubahan suara pada proses rekapitulasi suara,” kata Ketua Bawaslu Kabupaten Cirebon, Abdul Khoir di kantor Bawaslu setempat, Senin (26/12).
Menurutnya, seluruh Indonesia sejak 25 Agustus 2022 sampai 10 Desember 2022, berharap dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai bentuk pencegahan, dan berguna juga untuk partai politik dan stakeholder terkait. IKP terus mengalami pembaharuan sejak tahun 2017 hingga kini, selama proses penyusunan IKP Bawaslu dapat menjalankan fungsi pencegahan dengan baik. Puslitbangdiklat Bawaslu menyampaikan IKP kepada pengawas pemilu dan stakeholder terkait agar dapat melakukan pemetaan di seluruh pelosok Indonesia.
“IKP merupakan parameter sehat tidaknya pengawasan Pemilu di Indonesia. Ajang demokrasi yang dengan persaingan yang tinggi akan tetapi dalam suasana gembira dalam bingkai keadilan Pemilu yang kita harapkan,” kata Khoir.
Isu Strategis
Merujuk hasil temuan dan riset dari hasil IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 ini, Badan Pengawas Pemilu mencatat sejumlah isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama, terutama oleh penyelenggara Pemilu sebagai upaya membawa proses pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 yang lebih terbuka, jujur, dan adil.
Di antaranya, netralitas penyelenggara Pemilu harus dijaga, dirawat, dan dikuatkan untuk meningkatkan kepercayaan publik sekaligus merawat harapan publik akan proses pemilihan umum yang lebih kredibel dan akuntabel. Polemik proses verifikasi faktual partai politik yang diwarnai oleh ketegangan di internal penyelenggara Pemilu, menjadi pengalaman penting bagi penyelenggara Pemilu terkait urgensi menjaga netralitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu.
“Potensi masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik tetap harus menjadi perhatian untuk menjaga kondusifitas dan stabilitas selama tahapan Pemilu berjalan,” tambahnya.
Intensitas penggunaan media sosial yang makin meningkat, tentu membutuhkan langkah- langkah mitigasi secara khusus untuk mengurangi dampak politik dan kerawanan yang terjadi dari dinamika politik di dunia digital.
“Pemenuhan hak memilih dan dipilih tetap harus dijamin sebagai bagian dari upaya melayani hak-hak warga negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan,” tandasnya. (Ghofar)
Discussion about this post