KOTA CIREBON, (FC).- Adanya wacana yang dilontarkan para elit di Jawa Barat, terkait perubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda, mendapatkan respon dari Budayawan Cirebon.
Seperti yang diungkapkan Budayawan Cirebon Raffan S Hasyim kepada FC, Kamis (15/10). Pria yang akrab disapa Opan ini menilai perubahan nama hal yang lumrah dan biasa saja. Tidak hanya berlaku untuk nama daerah, nama orang pun bisa saja berubah atau dirubah.
Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu dan penting untuk diperhatikan oleh pemangku kebijakan di Jawa Barat. Antara lain, apakah dengan perubahan nama tersebut membawa dampak positif. Artinya akankah rakyat Jawa Barat akan semakin sejahtera dan terlayani dengan baik.
“Perubahan nama ini tidak bisa ujug-ujug (tiba-tiba). Harus ada kajian dan konsep kenapa harus dirubah, apakah urgen pada kondisi saat ini. Jangan karena keegoisan kultural atau kedaerahan saja yang menjadi dasar,” cetusnya.
Opan mengambil contoh, untuk nama seseorang saja harus ada proses mengapa diganti. Apakah dengan nama sebelumnya orang tersebut sering sakit-sakitan, atau tertimpa musibah terus dan kemudian berganti nama kondisinya lebih baik. Proses penggantian nama juga ada adat budayanya seperti membuat bubur merah bubur putih.
Secara sejarah dulu ada Pasundan dan Sunda Pajajaran. Karena keduanya memakai konsep lama Hindu Budha yaitu atur punu bekti kepada Pajajaran. Makanya Cirebon memisahkan diri, karena dianggap tidak mendidik dan tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Oleh karenanya pada waktu itu, Pangeran Cakrabuana mengganti nama Jawa bagian timur ini menjadi nama Cirebon. Dan sekaligus merubah konsep, dari sebelumnya punu bekti yaitu rakyat memberikan kepada pemerintah, menjadi konsep zakat. Artinya, yang mampu atau yang besar memberikan bantuan kepada yang kecil atau rakyat.