MAJALENGKA, (FC).- Kondisi sektor pertanian di Kabupaten Majalengka saat ini dinilai cukup mengkhawatirkan. Kekhawatiran itu seiring dengan maraknya alih fungsi lahan dari pertanian, menjadi kawasan industri.
Fenomena itu dimulai sejak hadirnya BIJB Kertajati Majalengka. Ironisnya, alih fungsi itu kerap terjadi pada lahan-lahan pertanian yang dinilai masih produktif. Beberapa lahan yang akhirnya alih fungsi, diketahui masih bisa panen selama dua kali dalam setahun.
Beberapa lahan pertanian yang mulai beralih jadi industri itu di antaranya di wilayah Kecamatan Ligung. Di daerah ini, dalam beberapa tahun terakhir, mulai marak berdiri pabrik, yang sebelumnya merupakan area lahan pesawahan.
“Iya, ada pengaruh terhadap lahan pertanian. Dan itu terjadi pada lahan yang cukup produktif,” kata wakil ketua komisi II DPRD Kabupaten Majalengka Muh. Fajar Shidiq, saat dimintai komentarnya, Sabtu (27/1).
Dikatakannya, ancaman adanya penyusutan luas lahan pertanian itu masih akan berlangsung di beberapa titik, khususnya Majalengka bagian utara, yang memang dekat dengan bandara dan Tol Cipali. Namun sayang, DPRD Majalengka belum memiliki data pasti, berapa luasan lahan pertanian yang sekarang tersisa.
“Kami, di Komisi II DPRD Kabupaten Majalengka, pernah meminta pemerintah dalam hal ini ke Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) data luas lahan secara riil, tapi sampai sekarang nggak ada kabarnya,” kata dia.
Fajar menegaskan, data tersebut dinilai penting, untuk mengetahui sejauh mana persediaan padi, ketika dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Namun, jelas dia, data tersebut tidak pernah disampaikan oleh DKP3 itu.
“Dari sana bisa ketahuan rasio kebutuhan aian padi berapa. Karena kan lewat data itu, bisa ketahuan berapa produksi, kebutuhannya berapa. Lalu, muncul lah, data memadai nggak persediaannya.Kami khawatir, lahan-lahan pertanian ini akan terus terkikis begitu saja. Tanpa ada kajian yang mendalam,” jelas dia.
Di wilayah Kecamatan Ligung masih menjadi salah satu daerah andalan Kabupaten Majalengka dalam hal produksi padi. Di sisi lain, daerah ini juga mulai marak berdiri industri. Fakta di lapangan, industri yang mulai menjamur sejak beroperasinya BIJB itu, berdiri kokoh di lahan-lahan pertanian yang biasanya bisa menghasilkan panen sebanyak dua kali dalam setahun.
“Iya, alih fungsi itu ya di lahan produktif. Yang bisa panen 2 kali dalam setahun. Rata-rata di Kecamatan Ligung emang dua kali tanam,” kata Supervisor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Ligung Daryo.
Daryo tidak mengetahui jelas, berapa hektar lahan produktif yang akhirnya alih fungsi jadi industri. Namun, saat ini lahan pertanian di Kecamatan Ligung di kisaran 4000 hektare.
“Sekarang luas lahan pertanian, di angka 4.945 hektare. Kalau dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya, kurang hapal sih berapa hektar lahan yang alih fungsi. Karena kebetulan saya baru,” jelas dia.
Disinggung jumlah hasil panen, Daryo menyebut, para petani bisa mendapat sekitar 8 ton gabah kering per hektare, untuk dua kali panen.
“Rata-rata di sini dua kali panen. Yang ketiganya biasa ditanami palawija. Kalau sebelum 2016 an, katanya ada beberapa yang tiga kali tanam. Kalau sekarang mah, ya dua. Dan yang kedua itu biasa dibantu dengan bikin pompa atau ambil dari sungai, untuk kebutuhan airnya,” lanjut dia.
Daryo mengaku, untuk kualitas sendiri, tidak mengalami penurunan. Termasuk lahan-lahan yang ada di sekitar industri.
“Belum ada dampak kualitas yang menurun karena efek pabrik, termasuk yang di dekat pun. Karena mungkin pabrik-pabrik itu ada pembuangan limbahnya,” kata dia.
Di Kecamatan Ligung sendiri, jelas dia, ada pembukaan lahan baru untuk sawah. Namun jumlahnya masih minim, dibanding dengan alih fungsi ke pabrik.
“Ada di Desa Majasari, sekitar 4 hektar. Di sana, untuk satu kali panen per hektare nya di angka 3,5 ton. Itu dari perkebunan, yang diubah jadi sawah. Ya mau gimana lagi. Karena berdirinya industri kan suatu keniscayaan. Program pemerintah juga kan. Katanya wilayah Kecamatan Ligung ini masuk daerah industri,” lanjut Daryo. (Munadi)