KOTA CIREBON, (FC),- Penulis Ahmad Bahar melakukan Pra launching) dengan judul buku Menang Ora Opo-opo Kalah Yo Uwis, Selasa (20/10). Ahmad bahar sendiri sebelumnya pernah menulis buku tentang Presiden Republik Indonesia (RI) Jokowi dan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin.
Buku ini sendiri membahas sosok Gibran Rakabuming Raka, yang juga merupakan anak sulung Presiden RI Jokowi. Adapun isi dari buku ini, Ahmad menyampaikan, apabila ia melihat dan menulis sosok Gibran dari sisi peristiwa budaya.
“Saya menulis sosok Gibran ini sebagai peristiwa budaya, bukan dari sisi politiknya,”kata Ahmad pada FC, Selasa (20/10).
Arti dari judul buku miliknya Menang Ora Opo-opo kalah yo uwis adalah apabila menang biasa saja dan apabila kalah tidaklah perlu malu.
Ahmad Bahar dan rekannya melakukan pra launching di beberapa kota di Indonesia, salah satunya Kota Cirebon. Mereka melakukan promosi dengan memberikan sedikit spoiler atau review dari buku tersebut.
“Jadi, karena, pra launching itu dilakukan biar gemes. Sebab, mau liat bukunya saja tidak boleh atau tidak bisa karena baru bisa keluar tanggal 3 bulan depan,” ujar Ahmad.
Tentunya, diharapkan buku ini akan mendapat feedback yang baik dari masyarakat luas yang penasaran dengan buku tersebut ataupun tentang pesan dari buku tersebut.
Ahmad mengakui, terdapat 9 bab dengan sub judulnya yang berasal dari filosofi jawa dan juga terdapat 135 halaman perbukunya.
Hingga perhari ini, sudah ada 15.000 buku yang telah dicetak untuk di launching atau promosi. Untuk penjualannya sendiri akan dilakukan melalui roadshow ke 50 Kota di Indonesia.
Dengan, menyebarkan 500 hingga 1000 buku di setiap kotanya dan akan dilakukan juga penjualan melalui online shop. Pihaknya, mengakui tidak akan menjualnya melalui toko buku biasanya sebab, waktunya terbatas.
“Saya punya hobi kan setiap buku yang saya tulis itu dibuat, setiap seseorang tersebut akan menjadi sesuatu. Artinya, terdapat batas atau tenggat waktu untuk promosi atau penjualan,” kata Ahmad.
Ibarat musim, lanjut Ahmad, seperti halnya musim buah yang hanya ada pada di waktu atau bulan tertentu. Buku ini pun hanya ditargetkan maksimal penjualannya terbatas hingga, Desember nanti.
Oleh karena itulah, penjualan buku ini tidak dilakukan melalui toko buku konvensional.
“Bukunya pun, kita buat murah meriah dengan harga 45.000 rupiah perbukunya,” ungkap Ahmad.
Sebenarnya, ungkap Ahmad, untuk pengumpulan data dan bahannya sendiri telah dilakukan sejak 2019 lalu. Namun, baru pada tahun 2020 ini terfikir untuk disegerakan dan dipercepat proses pembukuan, penerbitannya dan lain sebagainya.
“Sebenarnya sudah sejak tahun lalu. Sudah terfikir dan dikumpulkan data dan bahannya. Namun, baru digencarkan pada saat saya ingat kalau pada tanggal 1 Oktober itu Gibran ulang tahun. Makanya, segeralah dipercepat pembuatannya,” ungkap Ahmad.
Juga, disisi lain, dapat dikatakan Gibran sedang gencar-gencarnya melakukan kampanye di beberapa wilayah, yang tentunya tidak akan jauh dari berita hoax atau palsu.
Dalam hal ini, selaku penulis Ahmad Bahar mengungkapkan, apabila penulisan buku ini dilakukan secara murni dan independen tanpa adanya bayaran dari pihak lain. Karena, ia memiliki keinginan dan tujuan tersendiri guna mencerdaskan bangsa dan masyarakat Indonesia.
“Saya sebagai penulis independen dan bebas, tidak dibiayai oleh siapa-siapa. Ketika ada peristiwa atau akan terjadi peristiwa, saya sering menulisnya menulisnya. Ibarat petani ketika menulis itu seperti menanam, jadi ketika panen itu bagus hasilnya,” ujarnya.
Terlebih, di masa sekarang ini banyak sekali hoax atau kabar palsu yang terus menerus berseliweran dan terombang-ambing di kalangan masyarakat. Sehingga, dapat merusak kepercayaan dan lainnya.
Sebenarnya, menulis buku terkait seseorang yang akan menjadi sesuatu dari sisi lain, merupakan cara untuk membuka mata dan hati setiap insan yang terus menerus mengkonsumsi berita palsu.
Pria yang mengenyam jurusan sastra Arab semasa kuliahnya ini mengaku, menulis sosok Gibran ini dilakukan ibarat seperti petani yang mencari area atau hasil panen yang bagus. Dan menurutnya Gibran layak ditulis olehnya.
Artinya, semasa Gibran melakukan pencalonan dan kampanye seperti ini, merupakan kesempatan emas untuk menulis buku dan memberikan edukasi ditengah maraknya berita hoax.
Ahmad juga mengungkapkan, kesulitannya dalam menulis buku ini adalah pengartian atau penerjemahan istilah-istilah atau filosofi jawa ke bahasa Indonesia.
“Ada istilah-istilah jawa yang kita sulit mengindonesiakan, terlebih saya dasarnya sastra Arab. Memang seharusnya, sastra jawa yang mengerjakan, namun sebagai penulis ini tidak boleh dikatakan sebagai kesulitan kita harus bisa,” ucap Ahmad.
Sub Bab yang dianggap menurutnya sulit untuk diterjemahkan sendiri salah satunya adalah ‘bener durung mesti pener’. Maksud dari kata tersebut sendiri adalah bener menurut diri sendiri bukanlah bener menurut orang lain.
“Untuk kelanjutan atau penambahan pencetakan atau cetakan kedua dari bukunya sendiri, akan dilakukan setelah mendapat respon baik dari masuarakat yang tentunya dalam kurun waktu tertentu,” pungkasnya. (Sarrah/Job/FC)