MAJALENGKA, (FC).- Kejaksaan Negeri (Kejari) Majalengka kini sedang memburu terduga tersangka lain dalam kasus tindak pidana korupsi di perusahaan daerah (Perumda) Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) Majalengka Cabang Sukahaji.
Diketahui, tersangka tersebut berperan sebagai pemalsu Akta Jual Beli (AJB) Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dipergunakan untuk pencairan dana kredit yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 3,26 miliar.
Kepala Kejaksaan (Kajari) Majalengka, Eman Sulaeman melalui Kasi Pidsus, Guntoro Janjang Saptodie mengatakan, sampai saat ini sudah dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing berinisial F dan Y.
“F sendiri sebagai Kepala Cabang BPR Majalengka Cabang Sukahaji dan Y selaku orang kepercayaan F,” bebernya.
Setelah penetapan tersangka tersebut, jelas dia, ada keterlibatan pelaku lain yang kini masih buron, yakni pembuat 130 AJB palsu dan KTP palsu yang dipergunakan untuk kredit fiktif. Terduga tersangka yang masih buron ini adalah kaki tangan dari T berjenis kelamin laki-laki.
“Ya kami masih memburu terduga pelaku lain dalam kasus korupsi tersebut. Jadi F ini memberikan kepercayaan penuh kepada Y untuk mencari nasabah,” ujar Guntoro, Senin (17/10).
Dijelaskan Guntoro, tersangka Y ini memiliki beberapa anak buah untuk mencari nasabah, satu di antaranya adalah T yang masih buron, dia ini diduga memalsukan AJB dan NIK agar dana dari BPR bisa dicairkan.
“Jadi dari 182 AJB yang dijadikan agunan ini sebanyak 130 di antaranya adalah palsu,” ujar Guntoro.
Tak heran, menurutnya, jika kredit yang dicairkan dari tahun 2018 hingga tahun 2019 tersebut langsung macet tanpa angsuran, karena nama-nama yang tercantum dalam pengajuan kredit tersebut adalah fiktif.
“Kondisi itu ditambah dengan kredit dengan AJB asli yang juga macet karena tanpa penelitian lebih dulu kepada para calon nasabahnya,” ujarnya.
Saat ini penyidik kejaksaan masih terus memintai keterangan dari sejumlah saksi terkait AJB tersebut dengan memintai keterangan dari sejumlah camat. Sebab, AJB yang dipalsukan ini berada di banyak kecamatan, seperti Sukahaji, Rajagaluh, Leuwimunding, Sindang, Sindangwangi, Bantarujeg, Sumberjaya dan sejumlah kecamatan lainnya.
Jumlah saksi yang dimintai keterangan atas kasus dugaan korupsi ini sudah lebih dari 200 orang.
“Betapa lamanya pengungkapan kasus korupsi ini mulai dari penyelidikan hingga penyidikan dan penetapan tersangka, karena ada ratusan orang yang dimintai keterangan, jumlahnya lebih dari 220 orang yang kini masih terus dilakukan sesuai perkembangan. Yang menyulitkan pemeriksaan ini juga banyak masyarakat yang dipanggil berulang-ulang namun tidak datang,” ucapnya.
Karena hal tersebut, menurut Guntoro, akhirnya penyidik melakukan pemeriksaan ke desa-desa. Di sana, pihaknya bekerja sama dengan kepala desa dan camat setempat untuk menghadirkan para saksi di kantor desa.
Seperti diberitakan sebelumnya, BPR Cabang Sukahaji pada tahun 2018 hingga Tahun 2019 menyalurkan kredit sebesar Rp 4.557.500.000 kepada 182 nasabah. Pada pelaksanaan penyaluran kredit tersebut, terjadi penyalahgunaan penyaluran dengan cara memalsukan agunan sebanyak 130 agunan, tidak dilakukan survei terhadap para nasabah, dan kredit topengan hingga menimbulkan kredit macet.
Dari fakta yang terungkap, proses kredit tersebut dilakukan F yang menjabat Kepala BPR Cabang Sukahaji yang memerintahkan tersangka Y selaku orang kepercayaannya, padahal bukan pegawai BPR untuk mencari calon nasabah.
Tersangka Y kemudian menyampaikan kemudahan pinjaman kepada para calon nasabah, bagi yang masih memiliki pinjaman ke bank lain dibuatkan KTP palsu oleh anak buah Y agar lolos dari BI ceking. Demikian juga terhadap calon nasabah yang tidak memiliki agunan dibuatkan AJB palsu untuk dijadikan agunan. Serta syarat lain keterangan usaha dibuatkan oleh desa masing-masing.
Dari membuatkan AJB palsu dan KTP palsu ini, Y mengutip imbalan antara Rp 500.000 hingga Rp 6.000.000. Sedangkan besaran pencairan kredit sendiri bervariasi mulai belasan juga hingga puluhan juta rupiah.
“Berdasarkan hasil perhitungan BPK Provinsi Jawa Barat nilai kerugian yang ditimbulkan akibat kredit fiktif serta kredit macet tersebut sebesar Rp 3,26 miliar,” ujar Eman pada Kamis lalu.
Atas perbuatannya, baik F maupun Y dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai mana telah ditambah dan diubah dengan UU RI No 2-0 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat ( ke 1) KUHP, Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 (1), (2), (3). (Munadi)
Discussion about this post