Mendekati tahun pemilihan umum (Pemilu) yang akan digelar pada 2024, netralitas aparatur sipil negara (ASN) kembali menjadi sorotan publik. Asas netralisasi seorang ASN harus diwujudkan, bebas dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak pada kepentingan siapapun.
ASN perlu mencermati potensi gangguan netralitas yang bisa terjadi dalam setiap tahapan Pemilu dan Pemilukada.
Potensi gangguan netralitas dapat terjadi sebelum pelaksanaan tahapan pilkada, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah, tahap penetapan calon kepala daerah, maupun pada tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih.
Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Daerah diharuskan bersikap netral tidak boleh memihak salah satu pasangan calon, walaupun ASN juga mempunyai hak untuk memilih. Dalam prakteknya banyak ditemui adanya keberpihakan ASN dalam Pemilihan Kepala Daerah.
Keberpihakan ASN ini ada yang secara sembunyi-sembunyi ada juga yang secara terang-terangan. Bagi ASN mendukung pasangan calon secara terbuka tidak diperbolehkan dan sudah melanggar aturan.
Ketidaknetralan ASN yang secara terbuka menyatakan dukungannya kepada paslon dapat dilaporkan ke Panwaslu.
Panwaslu merekomendasikan ke BKPPD untuk memberikan Sanksi. BKPPD memberikan sanksi sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Netralitas ASN pada saat penyelenggaraan pilkada harus dijaga agar pelaksanaan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dalam melayani masyarakat secara adil dan merata beradasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan salah satu asas penyelenggaran kebijakan dan manajemen adalah “netralitas”, asas netralitas berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Berbagai aturan telah dibuat oleh pemerintah untuk membatasi hubungan ASN dengan kegiatan politik praktik, namun setiap berlangsungnya pelaksanan pilkada selalu diwarnai oleh pemberitaan tentang pelanggaran netralitas oleh oknum ASN secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan ikut langsung dalam proses pilkada dan persoalan netralitas ASN tersebut seperti tidak pernah terselesaikan.
Ketentuan tentang tidak dibolehkannya pegawai ASN untuk ikut serta secara langsung pada pelaksanaan pilkada diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa dan Korps Kode Etik PNS pasal 11 Huruf c yang berbunyi:
“dalam hal etika terhadap diri sendiri PNS wajib menghindari kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis atau berafiliasi dengan partai politik misalnya (a) pendekatan kepada parpol terkait rencana pengusulan (b) memasang spanduk atau baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain (c) mendeklarasikan dirinya sebagai balon (d) menghadiri deklarasi (e) mengunggah, menanggapi, like, komentar, share dsb atau menyebarluaskan gambar atau foto-foto balon atau paslon melalui media online atau media social (f) berfoto bersama balon atau paslon dengan simbol keberpihakan (g) sebagai pembicara atau narasumber pada kegiatan partai politik”.
Larangan tersebut bukanlah dengan maksud membatasi hak asasi manusia dari ASN, namun hal ini adalah upaya menjaga ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin persatuan ASN, sehingga memusatkan perhatian, pikiran dan tenaga pada tugas yang diberikan sebagai pelayan masyarakat.
Delik pelanggaran netralitas ASN yang diatur oleh UU Pemilihan diatur dalam Pasal 71 UU Nomor 1 tahun 2015 yaitu terkait membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon.
Selebihnya, delik pelanggaran netralitas ASN yang diatur dalam perundang-undangan diluar perundangan-undangan kepemiluan tersebar dibanyak peraturan perundang-undangan, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, Peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, dan Surat Menpan RB Nomor : B/71/M.SM.00.00/2017.
Bersikap netral dalam pesta demokrasi Pilkada merupakan keharusan bagi Aparatur Sipil Negara. Seorang ASN harus mampu menempatkan diri sebagai abdi Negara dalam pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, bukan melayani kepentingan pribadi, kelompok atau calon tertentu.
ASN yang bekerja di birokrasi harus lebih ditempatkan sebagai penjaga peraturan yang disepakati lewat proses demokrasi seharusnya bersifat netral, bersih dan profesional. Netralitas bagi ASN dalam Pilkada untuk menjaga prinsip-prinsip penyelenggaraan birokrasi yang baik.
Bagi ASN yang secara terang-terangan memihak kepada salah satu Calon selama pelaksanaan pilkada terutama pada masa kampanye, maka akan diproses oleh Panwaslu, jika terbukti melanggar undang-undang yang berlaku akan dikenakan sanksi.
Pelaksanaan penegakan Hukum mengenai ASN yang tidak Netral atau memberikan dukungan secara terang-terangan oleh Panwaslu dilaksanakan dengan proses Pemanggilan saksi-saksi sampai dengan memberikan rekomendasi kepada Institusi terkait dalam hal ini BKPPD dan Inspektorat Daerah sesuai prosedur dengan dilakukannya pemanggilan dan rekomendasi pada instansi yang berwenang (BKPPD).
Selanjutnya rekomendasi tersebut ditindaklanjuti oleh BKPPD dengan memberikan sanksi sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Oleh : Hasan Basri, S.H.
Discussion about this post