KAB. CIREBON, (FC).- Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC) tidak menampik adanya kabar bahwa kehadiran mereka atas adanya undangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon. Namun, FKKC membantah adanya mobilisasi massa yang dikerahkan oleh FKKC untuk menyerbu Gedung DPRD pada, Senin (8/6) kemarin.
Kedatangan ratusan Kuwu, merupakan bentuk solidaritas dan spontanitas para Kuwu se-Kabupaten Cirebon, yang merasa tersinggung dengan pernyataan Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Aan Setiawan dalam sebuah acara Talk Show.
Plt Ketua FKKC, Rochmat Hidayat mengatakan, memang benar pihaknya (FKKC,-red) diundang oleh Ketua DPRD dalam rangka kegiatan halal bihalal, sekaligus membicarakan terkait pembangunan di Kabupaten Cirebon. Akan tetapi, dirinya tidak bisa membendung keinginan para Kuwu se-Kabupaten Cirebon, untuk ikut hadir di Kantor DPRD Kabupaten Cirebon.
“Intinya kedatangan kami kesana (DPRD,-red) itu tadinya hanya perwakilan bertemu dengan DPRD, tapi karena isu yang berkembang saat ini mengenai dengan sentimen terhadap Kuwu, jadi semua menginginkan hadir. Jadi tidak ada mobilisasi massa oleh siapapun,” ungkap Rochmat kepada “FC” saat dihubungi melalu pesan singkat WhatsApp nya, Kamis (11/6).
Saat ditanya apakah DPRD Kabupaten Cirebon secara resmi mengirimkan undangan kepada FKKC, Rochmat menjelaskan, undangan yang diterima hanya berupa pesan singkat Aplikasi WhatsApp. Sementara untuk undangan resmi belum sempat dibuat atau diterima.
“Awalnya Ketua DPRD menganggap kondisi seperti ini sangat rentan ditengah pandemi Covid-19 jika terjadi demo, supaya ini menjadi sejuk maka Pak Ketua Dewan menyarankan agar dikemas saja melalui halal bihalal agar tidak terjadi gelombang massa yang lebih banyak. Jadi dialog yang dilakukan perwakilan Kuwu dengan DPRD. Jadi intinya tidak ada mobilisasi yang kita lakukan, itu hanya bentuk solidaritas dan ikatan emosional antar Kuwu,” jelas Rochmat.
Saat disinggung adanya dugaan adanya muatan politis dalam audiensi tersebut, Rochmat menganggap hal tersebut sudah biasa terjadi. Terlebih lagi, DPRD yang merupakan lembaga yang diisi oleh para politisi, jadi wajar saja jika dinamika demikian berkembang dan menjadi isu.
“Sah-sah saja jika ada yang berpendapat demikian, toh DPRD kan isinya orang politik. Yang jelas kami hadir karena merasa terpojokan oleh pernyataan tersebut,” ucap Rochmat.
Disisi lain, Rochmat menyayangkan dengan berita yang beredar di media, bahwa audiensi yang digelar berlangsung ricuh. Dirinya mengatakan, tidak ada kontak fisik yang terjadi. Menurutnya wajar saja karena spontanitas, maka tensi suara yang disampaikan agak keras sehingga terkesan akan terjadi kontak fisik.
Seperti diketahui, persoalan ini diawali oleh pernyataan Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Aan Setiawan. Dimana pernyataan yang disampaikan saat acara Talk Show yang membahas mengenai carut marut data penerima bantuan dimasa pandemi Covid-19 ini.
Dikatakan oleh Aan dalam dialog tersebut, bahwa carut marut data penerima bantuan dimulai dari tingkat desa. Pendataan ditingkat desa dilakukan oleh Puskesos, dimana Puskesos dipilih oleh Kuwu, dan terkadang Kuwu selalu mempengaruhi Puskesos untuk mendata hanya pendukung Kuwu saja.
Aan hadir dalam kegiatan tersebut dalam kapasitas mewakili Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon. Ia juga memastikan bahwa kehadirannya secara resmi ditunjuk oleh pimpinan komisi berdasarkan surat dinas yang diterimanya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Rasida Edy Priatna enggan berkomentar banyak mengenai komentar anggotanya dalam acara tersebut. Saat dihubungi melalui pesan singkat WhatsAppnya, Rasida hanya menjawab agar menanyakan hal tersebut kepada Ketua Badan Kehormatan (BK).
“Tanya sama Ketua BK saja biar jelas” katanya.
Namun saat ditanya mengenai benar tidaknya surat dinas yang diberikan kepada Aan Rasida enggan menjawab. (Muslimin)