KUNINGAN, (FC).- Survei elektabilitas yang dilakukan oleh pihak atau lembaga manapun, harus dianalisa terlebih dahulu secara ilmiah.
Sehingga ketika ingin merilis hasil survei harus jujur dan terbuka dengan menyebutkan jumlah samplingnya dan bagaimana metodologinya.
Hal tersebud disampaikan oleh Direktur Kuningan Institut, Agus Kusman kepada awak media.
Menurut Agus, jika hanya sekonyong-konyong disodorkan kepada masyarakat informasi hasil survei yang memperlihatkan keunggulan pasangan calon tertentu, maka ini jelas informasi yang bertujuan untuk menggiring opini. Karena itu, masyarakat harus pandai menyaring informasi.
“Bagi siapapun dimohon untuk tidak melakukan upaya-upaya yang tidak sehat, apalagi membodohi masyarakat. Jikapun benar ada hasil survei yang mau dipublikasi, maka sampaikanlah dengan jujur, berapa jumlah sampelnya, lalu bagaimana metodologinya,” ujar Agus.
Agus menegaskan, dalam melakukan survei ada juga banyak cara-cara yang tidak ilmiah. Cara tersebut misalnya sampel tidak proporsional, tidak mewakili semua kalangan profesi, dan margin error yang besar.
Selain itu, ada juga cara yang unik misalnya nama-nama tokoh yang disurvei dibatasi dengan hanya memunculkan nama yang tidak populer dan nilai elektoralnya rendah.
“Hal ini tentu akan membuat responden tergiring untuk memilih nama yang memang sudah popular dan sudah diframing agar mendapat nilai survei tinggi,” kata Agus
Dalam menghadapi kontestasi politik, Agus menyampaikan, metode survei memang cukup efektif untuk mengetahui peta electoral.
Selain itu juga bisa digunakan untuk mengetahui apa saja keinginan masyarakat, serta mengkonfirmasi informasi lainnya yang ingin diketahui. Caranya bisa dengan membuat desain instrumen survei yang komprehensif sesuai kebutuhan data yang diinginkan.
“Biasanya lembaga survei hanya melayani survei, tentu jumlah sampel dan point-point yang ingin ditanyakan kepada responden disesuaikan dengan kliennya. Maka jika ada istilah survei abal-abal sebenarnya bukan lembaga surveinya yang tidak profesional, karena bergantung kesediaan kliennya terhadap jumlah sampel dan bagaimana instrumennya dibuat,” jelas Agus.
Agus yang juga kandidat Doktor di salah satu perguruan tinggi elit di Jakarta ini mengingatkan, masyarakat Kuningan harus cerdas, jangan gegabah dalam memilih calon kepala daerah.
Hal itu dikarenakan sangat menentukan nasib daerah minimal untuk 5 tahun ke depan. Jika pilihan ditentukan dengan pemberian uang, maka itu sama dengan menghancurkan nasib sendiri.
“Jadi jangan percaya dulu dengan hasil survey internal partai manapun, biarkan lembaga survey yang kompeten yang melakukan. Dan perlu saya tegaskan di sini, setiap adanya hasil survei yang muncul ke publik mudah-mudahan akan memberi kebaikan bagi siapa pun,” kata Agus. (Ali)
Discussion about this post