KOTA CIREBON, (FC).- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turun langsung menyelidiki dugaan intimidasi terhadap Hanifah Kaliyah Ariij, siswi kelas XII IPS 1 SMAN 7 Cirebon, serta beberapa siswa lainnya.
Mereka diduga mendapat tekanan setelah mengungkap pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) dan penarikan iuran SPP yang dilakukan oknum pihak sekolah.
Komisioner KPAI, Sylvana Maria Apituley, menegaskan, kehadiran KPAI bertujuan untuk memastikan hak siswa tetap terlindungi.
“KPAI melakukan pengawasan untuk memastikan pihak sekolah menjamin dan melindungi hak anak dalam berpartisipasi, terutama dalam menyampaikan pendapat terkait pendidikan mereka,” ucapnya, Selasa kemarin.
Sylvana menyatakan, kasus tersebut mendapat perhatian luas karena berkaitan dengan dugaan penyimpangan dana pendidikan. Hanifah, yang mempertanyakan transparansi penggunaan dana, justru mengalami intimidasi.
“Yang kami terima, kasus ini viral dan ada dugaan siswa mengalami intimidasi. Kami mendorong sekolah untuk memastikan perlindungan bagi mereka yang berani bersuara,” tambahnya.
Selain dugaan pemotongan dana PIP, SMAN 7 Cirebon juga menghadapi permasalahan lain, yaitu kelalaian dalam pendaftaran akun siswa ke Kementerian Pendidikan untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Akibatnya, ratusan siswa gagal mengikuti seleksi, memicu protes dari berbagai pihak.
KPAI memastikan akan terus mengawal kasus tersebut dengan berkoordinasi bersama pemerintah dan dinas perlindungan anak. Jika diperlukan, siswa yang mengalami intimidasi akan mendapatkan pendampingan, termasuk trauma healing.
Sementara, tokoh masyarakat Cirebon, Ahmad Syauqi, mendorong Pemerintah Kota Cirebon segera membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) guna melindungi hak-hak anak di Kota Cirebon.
Menurut Syauqi, keberadaan KPAID sangat penting untuk memastikan setiap anak di Cirebon mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
Ia mencontohkan kasus yang menimpa Hanifah, yang diduga mengalami intimidasi dari oknum guru setelah berani mengungkap dugaan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di sekolahnya.
“Kejadian ini menunjukkan bahwa anak-anak, terutama pelajar, masih rentan terhadap ancaman dan tekanan ketika mereka mencoba mengungkap kebenaran.
Pemerintah harus hadir untuk melindungi mereka,” ucap Syauqi, Kamis (20/2).
Lebih lanjut, Syauqi menekankan bahwa KPAID nantinya akan memiliki peran strategis dalam menjaga hak-hak anak, terutama jika mereka berhadapan dengan kasus hukum atau menjadi korban tindak pidana.
Dengan adanya lembaga ini, setiap permasalahan yang melibatkan anak dapat ditangani secara profesional dan berlandaskan hukum yang jelas.
Dorongan untuk membentuk KPAID Kota Cirebon bukanlah hal baru. Menurut Syauqi, keberadaan lembaga ini telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Cirebon tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Namun, hingga kini, KPAID belum terbentuk karena berbagai kendala administratif.
“Sebelumnya, usulan pembentukan KPAID sudah diajukan kepada Penjabat (Pj) Wali Kota, namun karena keterbatasan kewenangan, Pj Wali Kota tidak dapat membentuk lembaga ini. Kini saatnya Pemerintah Kota Cirebon bergerak cepat merealisasikannya,” tegasnya. (Agus)
Discussion about this post