KAB.CIREBON, (FC).- Setiap bulan November, tepatnya tanggal 23–24 masyarakat Desa Trusmi, Kabupaten Cirebon kembali menggelar tradisi Memayu yang merupakan sebuah ritual budaya yang sudah berlangsung sejak abad ke-15 Masehi.
Tradisi Memayu adalah prosesi mengganti atap makam Ki Buyut Trusmi dengan anyaman alang-alang atau welit. Prosesi ini dipimpin langsung oleh Abis, kuncen makam Ki Buyut Trusmi, yang dipercaya menjaga kelestarian ritual turun-temurun tersebut.
Penggantian atap makam menggunakan alang-alang bukan tanpa alasan. Selain melambangkan kesederhanaan dan kedekatan dengan alam, alang-alang juga dinilai lebih sesuai dengan tradisi leluhur.
Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan menghadapi musim hujan agar atap makam tidak bocor, sekaligus bentuk penghormatan kepada leluhur.
Rangkaian acara tidak hanya berhenti pada prosesi penggantian welit. Masyarakat juga mengadakan arak-arakan budaya yang meriah. Dalam arak-arakan ini ditampilkan beragam kesenian khas Cirebon seperti tari topeng, musik tradisional, hingga pacuan kuda. Tidak ketinggalan, aneka kuliner dan produk batik Trusmi ikut dipamerkan, menambah semarak suasana sekaligus memperkuat perekonomian warga.
“Tradisi ini adalah amanah leluhur. Bukan sekadar ritual, tapi juga mengajarkan kita arti gotong royong dan rasa syukur,” ujar kuncen Ki Buyut Trusmi, Abis, Senin (25/8).
Kini, Tradisi Memayu telah tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb), menegaskan nilai pentingnya dalam menjaga identitas budaya Cirebon.
Selain menjadi simbol spiritual dan sosial, tradisi ini juga memberikan dampak positif bagi sektor ekonomi, terutama bagi UMKM batik dan kuliner di kawasan Trusmi.
Dengan perpaduan antara nilai sakral, budaya, dan ekonomi, Tradisi Memayu bukan hanya sekadar ritual, melainkan juga ruang silaturahmi yang memperkuat ikatan sosial masyarakat Cirebon hingga saat ini. (Raihan)
Discussion about this post