KAB. CIREBON, (FC).- UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) memegang peran penting dalam mendongkrak ekonomi lokal di Indonesia.
Salah satu contoh nyata kontribusi tersebut adalah UMKM Keripik Tempe di Cirebon, yang menunjukkan bagaimana ketekunan dan strategi sederhana mampu melahirkan keberhasilan meski dimulai dari nol.
Dalam rangka memenuhi tugas akademik, sebanyak 7 orang mahasiswa/i dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon melakukan kegiatan observasi dengan kunjungan ke UMKM Keripik Tempe di Cirebon ini.
Ketujuh mahasiswa UGJ tersebut yaitu Miya Zahraningrum, Kaesya Rahmadilla Karebet, Mutiara Fadilah, Akmad Baihaqi, Novia Rahma, Wulan Amalia, dan Stevany Anindya Rahmawati.
Mereka didampingi dosen pengampu. Dr. Siska Ernawati, SE., MM., CMA.
Didirikan pada tahun 2017 oleh sepasang suami istri bernama Ahmad Rouyani dan Ishmah Naylatul Hawa, UMKM ini berawal dari rumah mereka sendiri yang beralamat Jl. Raya Kaligandu, Sampiran, Kec. Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat 45171 dengan peralatan sederhana dan keterbatasan modal.
Namun semangat untuk bangkit secara ekonomi mendorong mereka membangun usaha berbasis produk olahan lokal: keripik tempe.
Produksi keripik tempe dilakukan secara tradisional dan membutuhkan waktu empat hari.
Prosesnya dimulai dari perebusan kedelai, perendaman, pencucian, pencampuran dengan tepung, hingga penggorengan.
Meski tanpa mesin produksi canggih, kualitas rasa dan kerenyahan tetap menjadi prioritas utama.
Usaha ini sudah memiliki izin P-IRT dengan no. 215320901 17696-24
Pemasaran dilakukan secara langsung (offline), dengan menitipkan produk ke toko oleh-oleh dan kue.
Hingga kini, pemasaran belum menjangkau platform digital karena keterbatasan sumber daya manusia dan pengetahuan media digital.
Kendala utama lainnya adalah keterbatasan modal, tenaga kerja, serta kapasitas distribusi.
Namun, pemilik usaha menyiasatinya dengan menabung untuk pembelian alat, menambah tenaga kerja saat permintaan meningkat, serta menjaga konsistensi kualitas rasa produk.
Meskipun berskala rumahan, UMKM Keripik Tempe mendapatkan respon konsumen yang sangat baik. Bahkan sebelum pandemi, produksi sempat mencapai 4–5 kwintal per minggu.
Saat ini, keuntungan bersih bulanan bisa mencapai sekitar Rp 10 juta, angka yang sangat signifikan bagi usaha mikro.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa usaha kecil dapat bertahan dan berkembang, asalkan memiliki komitmen terhadap kualitas dan layanan.
Salah satu kendala yang paling menonjol adalah minimnya pemanfaatan digital marketing, padahal potensi pasar daring sangat besar.
Oleh karena itu, pelatihan media sosial dan e-commerce sangat dibutuhkan agar UMKM seperti ini mampu menjangkau pasar lebih luas.
“Modal kami kecil. Kalau mau beli alat baru harus menunggu tabungan cukup. Pernah juga kewalahan saat pesanan mendadak banyak,” Ujar Hawa, Ibu pemilik usaha UMKM keripik tempe.
UMKM Keripik Tempe di Cirebon adalah gambaran nyata bahwa keberhasilan tidak harus diawali dengan modal besar.
Dengan modal tekad, kerja keras, dan konsistensi dalam menjaga kualitas, usaha rumahan pun bisa bertahan dan berkembang.
Namun, agar mampu bersaing di era digital dan meningkatkan skala produksi, pelaku UMKM membutuhkan dukungan pelatihan, modal, dan teknologi.
Jika sinergi antara pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat terus ditingkatkan, UMKM seperti ini dapat menjadi tulang punggung ekonomi yang tangguh dan berdaya saing tinggi. (rls/FC)
Discussion about this post