INDRAMAYU, (FC).- Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono menyoroti Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang digagas oleh pemerintah Jawa Barat untuk mengatasi masalah di masyarakat terutama untuk warga yang kurang mampu.
Ono pun menyambut positif inisiatif tersebut karena dinilai memiliki semangat luhur. Namun, ia menegaskan bahwa pelaksanaannya harus dijalankan dengan tata kelola yang akuntabel, transparan, dan terhindar dari potensi salah kelola dana publik.
“Secara prinsip kami mendukung karena gotong royong adalah nilai dasar bangsa dan bagian dari ajaran Sunda. Tapi pelaksanaan teknisnya harus jelas, jangan sampai menimbulkan persepsi pungutan baru yang membebani masyarakat,” ujar Ono, Rabu (8/10).
Ono menekankan, setiap pihak yang menggalang dana baik pemerintah daerah, instansi pendidikan, maupun organisasi masyarakat harus menyampaikan laporan keuangan secara berkala dan terbuka kepada publik.
“Kalau transparansi terjaga, masyarakat akan percaya. Bahkan bisa jadi gerakan ini berkembang luas dan menular ke daerah lain,” katanya.
Menurutnya, kepercayaan publik adalah kunci utama agar inisiatif sosial tidak berubah menjadi polemik.
Karena itu, ia menyarankan agar tahap awal pelaksanaan gerakan difokuskan pada lingkungan ASN dan lembaga pemerintah, sebelum diperluas ke masyarakat umum dan sektor swasta.
“Setelah mekanisme pengawasan dan pelaporan terbukti berjalan baik, baru bisa diperluas ke masyarakat dan dunia usaha,” ujarnya.
Ono menilai, gerakan ini juga bisa menjadi solusi alternatif menghadapi kemungkinan penurunan APBD 2026, asalkan dijalankan secara profesional dan bebas dari kepentingan politik jangka pendek.
“Intinya, semangatnya bagus. Tapi akuntabilitas dan kejelasan mekanisme harus menjadi fondasi utama agar tidak muncul kecurigaan publik,” tegasnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencanangkan Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu), sebuah program sosial berbasis gotong royong yang mengajak aparatur sipil negara (ASN), pelajar, dan masyarakat untuk menyisihkan Rp1.000 per hari guna membantu warga kurang mampu.
Gerakan ini tidak sekadar menggalang dana, tetapi juga menjadi upaya membangun solidaritas sosial yang berakar pada kearifan lokal Sunda, yakni silih asah, silih asih, silih asuh.
Melalui semangat kebersamaan tersebut, dana yang terkumpul akan dimanfaatkan untuk membantu berbagai kebutuhan darurat masyarakat, seperti biaya pengobatan, perlengkapan sekolah, bantuan sembako, hingga perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu).
Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA yang ditandatangani Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025.
Program ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, dan ditujukan kepada bupati/wali kota, kepala perangkat daerah, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat. (Agus Sugianto)
Discussion about this post