KOTA CIIREBON, (FC).- Kebijakan potongan 3 persen gaji pekerja untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai kontroversi.
Pengurus DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat pun angkat bicara dan meminta agar kebijakan ini ditunda karena dinilai memberatkan pekerja.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua DPD REI Jabar, Hendra Sutanto disela kunjungan kerja ke kantor REI Komisariat Cirebon, Kamis (6/6).
Selama ini, kata Hendra, karyawan atau pekerja sudah dibebani berbagai potongan seperti iuran untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Jika kini ditambah beban potongan lagi untuk iuran Tapera, maka akan makin membebankan pekerja.
“Penghasilan karyawan itu terbatas. Kalau masih dibebankan lagi potongan 3 persen akan menjadi berat,” ungkap Hendra
Sementara, aturan juklak juknis iuran Tapera itu sendiri belum jelas detailnya seperti apa..
Dengan dipotong untuk menabung, pekerja ada harapan untuk memiliki rumah. Tapi tidak jelas berapa tahun bisa menerima manfaat itu.
Jangan sampai, kata Hendra, iuran Tapera menjadi sia-sia yang tidqk ada manfaatnya.
“Kalau misalnya semuanya jelas, sebenarnya tidak ada masalah. Seperti misalnya BPJS, kalau kita sebagai pengusaha untuk karyawan kita itu jelas ada manfaatnya,” tukasnya.
Selama semua manfaatnya ada, dan memang dirasakan pekerja, dirinya sebagai pengusaha akan support penerapan aturan ini.
Mestinya, ada kejelasan berapa tahun pekerja bisa menerima manfaat memiliki rumah itu.
“Selama belum ada kejelasan detail turunannya, menurut kita harusnya ditunda dulu,” tegas Hendra
Hal yang sama juga diungkapkan Sekretaris REI Jabar, Norman Nurjaman, yang meminta kebijakan potongan iuran Tapera ditunda.
“Tapera ini cukup kontroversial, jadi gejolak. Hampir semua stakeholder si perumahan itu keberatan,” ungkapnya.
Mereka keberatan, karena berbagai potongan gaji karyawan jika dihitung hampir 20 persen lebih.
Untuk PPh 21 misalnya, dipotong 2,5 persen, kemudian ada BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan.
“Pokoknya dihitung itu nyaris 20 persen potongan-potongan yang selama ini dilakukan. Kalau ditambah 3 persen, memang jadi lebih memberatkan,” ungkapnya
Selain itu, yang menjadi kontroversi, potongan ini dipukul rata tanpa tedeng aling-aling.
“Orang yang punya sudah rumah, dia harus tetap bayar 3 persen,” ujarnya.
Selama aspek manfaat dan kejelasannya belum clear, ia menegaskan kembali sebaiknya ditunda dulu.
“Karena Tapera ini mulai dikutip dari mulai 2016 dan konon katanya Rp500 miliar yang sudah ditarik oleh Tapera itu juga duitnya saat ini tidak jelas. Nah ini pengelolaannya seperti apa. Jangan Tapera ini seperti Jiwasraya, Asabri, ITWP yang semuanya ada kasus,” ungkapnya. (Andriyana)